Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EKONOMI JEPANG: BoJ Rate ke Area Minus, Skenario Hujan Duit Sang Samurai Dimulai

Bank sentral Jepang (BoJ) memangkas suku bunga acuan sebesar 20 bps menjadi ke level minus (-0,1%), dan berlaku mulai 16 Februari 2016
Ilustrasi/Bloomberg
Ilustrasi/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA—  Bank sentral Jepang (BoJ) memangkas suku bunga acuan sebesar 20 bps menjadi ke level minus (-0,1%), dan berlaku mulai 16 Februari 2016.

“Kebijakan agresif itu muncul Jumat lalu dengan kebijakan suku bunga negatif,” kata Managing Partner dari PT Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe dalam risetnya yang diterima hari ini, Senin (15/6/2015).

Idenya, ujar dia, sederhana.

Jika suku bunga diturunkan hingga mencapai level negatif, maka pemerintah berharap ada lebih banyak uang yen yang berputar kembali ke sistem ekonomi.

Bukan kembali ke sistem perbankan, yang malah akan menjadi utang bagi pemerintah Jepang kedepannya.

“Pemerintah berharap kebijakan ini akan membuat sisi konsumtif masyarakat Jepang kembali tumbuh dan pengusaha, perusahaan, maupun investor asing akan berpikir dua kali untuk sekedar menyimpan uang mereka di dalam mata uang yen,” kata Kiswoyo.

Tentu saja, ujarnya, pemerintah Jepang berharap uang penduduknya dapat diberdayakan dalam bentuk bisnis maupun proyek lain yang lebih berisiko dan memberikan imbal hasil lebih baik.

“Suku bunga negatif itu sendiri menjadi sumber penghasilan baru bagi pemerintah Jepang untuk membiayai negaranya, yang dalam kurun waktu kedepan harus menanggung lebih banyak biaya pensiun dari masyarakatnya,” kata Kiswoyo.

Lalu apakah korelasi langsung dari hal ini terhadap arus likuiditas dunia?

Pertama, jelas Kiswoyo,pengaruh  langsung terlihat pada pergerakan harga saham di seluruh dunia pada Jumat kemarin, yaitu munculnya sumber likuiditas baru bagi perekonomian dunia yaitu harta dari Negeri Samurai.

Dengan suku bunga simpanan negatif, maka ada dua sumber likuiditas baru bagi dunia. Yaitu dana murah dari simpanan masyarakat Jepang yang berusaha untuk mencari imbal hasil lebih besar. Selain itu dana pinjaman dari perbankan Jepang yang cenderung akan memiliki bunga kredit relatif murah.

“Rendahnya biaya dana tersebut akan menjadi ajang kesempatan untuk para investor dunia melakukan carry trade dari instrumen berbasi yen pada instrumen lain berbasis mata uang negara-negara importir seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Indonesia,” kata Kiswoyo.

Kedua, pelemahan mata uang yen seiring dengan imbal hasil yang tidak lebih tinggi dari negara manapun di dunia. Pelemahan Yen sendiri menjadi indikator menarik bagi perekonomian Jepang, karena itu berarti dorongan dari munculnya inflasi dan juga memunculkan peningkatan laba bagi perusahaan-perusahaan Jepang yang didominasi oleh orientasi ekspor.

Menyikapi skenario hujan duit dari Sang Samurai tersebut, Investa menilai tindakan Jepang cenderung akan meniadakan efek dari permasalahan China dengan kecenderungan perlambatan akibat perubahan arah ekonomi mereka dari negara produsen menjadi negara konsumsi.

“Untuk Indonesia maka kami menyukai perusahaan-perusahaan dengan hubungan sejarah atau berkorelasi dengan Jepang, seperti Astra International (ASII)  sebagai pilihan dari masuknya arus aliran modal Negeri para Samurai,” kata Kiswoyo.

Pemilihan korelasi perusahaan dengan Jepang tersebut, ujarnya, menjadi penting karena umumnya para pebisnis maupun pengelola dana di Jepang lebih memilih untuk mencari perusahaan Jepang sebagai pilihan investasi dan rekan bisnis mereka.

Ketiga, sehubungan dengan skenario dari rendahnya nilai inflasi dan ruang lebar dari kebijakan makro, Investa menyarankan untuk pemilihan saham-saham yang berkorelasi tinggi dengan angka inflasi.

“Perbankan dan properti adalah sektor yang kami sukai untuk hal ini,” kata Kiswoyo.

Selain itu, ujarnya, dari sisi likuiditas serta kebutuhan perusahaan-perusahaan Jepang untuk pembangunan pabrik, maka ada potensi kenaikan yang cukup besar pada LPKR maupun PWON seiring masuknya dana para Samurai ke Indonesia.

“Perusahaan konstruksi pun akan diuntungkan karena pembangunan sudah pasti akan melibatkan perusahaan-perusahaan dari sektor ini,” kata Kiswoyo.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper