Bisnis.com, DENPASAR - PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) dan PT Dinamika Atria Raya menyatakan revitalisasi di Teluk Benoa sebagian besar akan diperuntukkan untuk area residensial atau perumahan, sedangkan fasilitas akomodasi seperti vila dan hotel hanya sebagian kecil.
Hal tersebut terungkap dalam pembahasan analisi dampak lingkungan (amdal) rencana kegiatan revitalisasi Teluk Benoa dan Penambangan Pasir Laut di Lombok, di Kantor Gubernur Bali di Denpasar.
Ribuan masyarakat Bali yang menolak rencana revitalisasi tersebut melakukan aksi demonstrasi di depan kantor gubernur pada saat pemaparan amdal di hadapan tim penilai amndal pusat.
Dalam dokumen yang dipaparkan TWBI terungkap, bahwa dari total lahan yang direvitalisasi mencapai 638 Ha (52,1%), seluas 332,9 Ha akan dimanfaatkan untuk residensial; 127,5 Ha untuk taman kota; 48,8 Ha infrastruktur; 44,4 Ha komersial; 26,6 , vila dan hotel; taman rekreasi 35,2 Ha; dan hanya 22,6 Ha untuk fasilitas umum.
Nantinya, seluruh fasilitas tersebut akan dibangun di atas pulau-pulau yang dibagi dalam zona tertentu. Diperkirakan sebanyak 210.806 orang tenaga kerja, dan minimal 75% berasal dari lokal akan terserap apabila proyek ini terealisasi.
Komisaris PT TWBI Marvin Lieano mengungkapkan masalah di Teluk Benoa yakni sedimentasi yang terus meningkat setiap tahunnya, dan sampah harus segera diatasi.
“Kami mempunyai ide bagaimana caranya agar Teluk Benoa diperhatikan secara khusus agar daya saingnya meningkat nasional maupun dunia. Paling penting, akan kami jadikan ini pulau budaya, komitmen tegakkan filsafat Tri Hita Karana, akan kami jadikan utama mandala,” ujarnya di hadapan tim penilai dari pusat, Jumat (29/1/2016).
Hadir dalam diskusi amdal tersebut, tim dari TWBI dan Dinamika Atria Raya, tim penilai amdal pusat, anggota DPRD Bali, serta perwakilan masyarakat yang menolak maupun menerima rencana proyek ini.
Konsultan TWBI Iwan Setiawan menyatakan bahwa pihaknya akan membangun sebanyak 12 pulau buatan di Teluk Benoa secara bertahap. Penambangan dan reklamasi dijadwalkan mulai pertengahan semester II/2016 hingga akhir 2018. Setelah itu, barulah akan dilakukan pembangunan kawasan wisata sesuai dengan zonasi yang telah ditetapkan hingga 2033.
Material pasir untuk pengurukan lokasi pulau buatan akan ditambang dari Selat Alas, Lombok sebanyak 30 juta meter kubik, dan 10 juta meter kubik dari hasil reklamasi di Teluk Benoa. Dia
menjamin selama pelaksanaan reklamasi, akan dikontrol oleh lembaga sistem pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang independen untuk mengawasi.
Dia juga memberikan garansi apabila aksesibilitas menuju lokasi tidak hanya melalui tol melainkan jalan darat, serta tidak akan mereklamasi hutan bakau di sekitar teluk yang disucikan tersebut.
Bahkan, untuk sungai yang bermuara ke teluk tersebut dijamin tetap seperti biasa tanpa gangguan akibat pembangunan. Sementara itu terkait penyediaan air bersih apabila kawasan itu sudah terbangun, pihaknya menyatakan tidak akan memanfaatkan air bawah tanah dan pasokan dari daratan.
“Kami akan melakukan pemanenan air hujan di zoning tertentu untuk mengganti air yang digunakan, kemudian akan mendaur ulang air limbah dan mengolah air laut dengan teknologi RO,” jelasnya.
Ditambahkan oleh konsultan TWBI Abdul Muhari yang juga pakar tsunami, pembangunan pulau buatan di Teluk Benoa akan mampu mengurangi dampak laju air laut apabila terjadi tsunami. Menurutnya, keberadaan salah satu pulau buatan mampu menahan laju air. Hal tersebut berbeda dibandingkan apabila tidak ada pulau buatan, tsunami akan merendam kawasan tersebut.
Menanggapi penjelasan tersebut, anggota Komisi I dan Komisi III DPRD Bali setuju dengan reklamasi mendukung rencana TWBI. Namun, dengan catatan mereka meminta kepastian mengenai status lahan reklamasi akan menjadi milik siapa dan agar persentase tenaga kerja lokal yang dikerjakan tidak 75%, tetapi minimal 80%.
Ketua Komisi III DPRD Bali Nengah Tamba mendesak investor agar berkomitmen tidak hanya merekrut tenaga kerja lokal dengan skill tinggi, tetapi harus mau memperkerjakan level bawah.
“Jangan hanya merekrut yang pendidikannya tinggi, kalau perlu harus ikut berkontribusi mendidik pekerja. Kami menagih komitmennya, karena kalau rekrut yang skill tinggi nanti tenaga kerja lokalnya sedikit, sama saja,” jelasnya.
Sementara itu, penolakan terhadap rencana reklamasi ini masih kencang saat pembahasan amdal. Perwakilan desa adat dari Serangan, Kuta, dan Tanjung Benoa dengan tegas menyatakan sikap mereka menolak reklamasi Teluk Benoa yang dianggap sebagai kawasan suci tersebut.
Perwakilan dari Desa Pekraman Serangan, Denpasar menyarankan agar investor tidak usah mereklamasi Teluk Benoa, lebih baik membangun di Pulau Serangan. Pulau di sebelah timur Teluk Benoa ini pernah mengalami reklamasi beberapa tahun lalu hingga luasannya bertambah banyak, tetapi hingga kini pembangunan di pulau ini belum juga dimulai.