Bisnis.com, Jakarta- Ekonom Institute for Development Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai belanja pemerintah yang telah dipacu akan meningkatkan jumlah uang yang beredar di masyarakat, uang giral, uang kuasi dan surat berharga sehingga Bank Indonesia bisa melonggarkan sedikit likuiditas dengan penurunan 25 basis poin dari 7,5% menjadi 7,25%.
Beberapa indikator yang menunjukkan perbaikan kondisi makro, jelasnya, seperti terkendalinya inflasi yang dibawah 4% yaitu 3,35% dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang relatif stabil pada dua bulan terakhir walaupun tidak jauh dari Rp14.000.
Selain itu, dia menyebutkan cadangan devisa yang meningkat dan defisit transaksi berjalan yang turun 35% juga menjadi faktor yang bisa melonggarkan likuiditas.
Bank Indonesia menjamin cadangan devisa Desember 2015 sebesar US$105,9 miliar dapat membiayai 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Sementara itu, defisit transaksi berjalan pada neraca perdagangan sudah berada di kisaran US$17,5 miliar sepanjang 2015.
Kalau fiskalnya sudah injak gas, ya, jangan terlalu pakem remnya. Minimal 25 basis poin sebagai sinyal bahwa likuiditas perekonomian kita tidak dalam sisi tekanan, ujarnya, Rabu (13/1/2016).
Sebelumnya, geliat perekonomian hanya terasa menjelang semester kedua karena pemerintah masih sibuk melakukan lelang proyek di awal tahun. Dia menuturkan di semester pertama penyerapan anggaran hanya terasa untuk belanja pegawai dan barang.
Enny meyakini pelonggaran likuiditas juga berdampak pada tuntutan Masyarakat Ekonomi Asean sehingga Indonesia dapat memiliki daya saing.
Pengaruh lainnya dari penggenjotan penggunaan anggaran adalah mengalirnya dana desa sehingga perekonomian akan bergerak ke bagian terkecil di seluruh wilayah.
Tahun ini pemerintah mengalokasikan Dana Desa senilai Rp46,9 triliun yang disebar Rp800 juta setiap desa.
Mestinya dana desa kalau fokus ke infrastruktur, artinya ada pergerakan serentak untuk perbaikan infrastruktur di seluruh Indonesia, katanya.