Bisnis.com, JAKARTA- Keberadaan masakan tradisional beberapa daerah di Tanah Air terancam punah akibat makin sulitnya masyarakat mendapatkan makanan khas tersebut. Hal itu juga membuat nama kuliner khas daerah tertentu juga belum banyak dikenal.
Penulis dan presenter acara kuliner Bondan Winarno menilai saat ini, beberapa kuliner tradisional sudah semakin jarang dijumpai karena berbagai rempah yang biasa menjadi bumbu masakannya juga sudah sulit ditemui, seperti kedaung dan cabai puyang.
Salah satunya kuliner khas Bali. Kendati Bali menjadi satu dari lima destinasi wisata kuliner unggulan pada 2015, jelasnya, tetapi kuliner Bali masih jauh tertinggal.
Menurut dia, belum banyak foodcourt ataupun restoran di Bali yang menjadi pusat kuliner Pulau Dewata itu. Apalagi, ragam kuliner khas Bali dengan cita rasa yang kaya bumbu belum banyak dikenal, seperti timbungan dari Singaraja, Cram Cam, dan Komoh.
Timbungan adalah sup dengan bakso ikan yang menggunakan bumbu tradisional Bali. Sementara itu, Cram Cam merupakan sebutan untuk sup ayam bening, sedangkan Komoh adalah sayur yang berisi hati, kulit, dan daging yang dimasak dengan menggunakan bumbu khusus.
Bondan mengatakan selain Bali, nama kuliner khas dari beberapa daerah juga belum banyak terangkat. Dia mencontohkan Betawi sebenarnya tidak hanya memiliki Nasi Uduk, tetapi juga ada kuliner khas berupa Nasi Ulam dan Ketupat Babanci.
Begitu juga dengan Nusa Tenggara Timur yang memiliki Sambal Luat, tetapi tidak dikenal oleh masyarakat.
“Tren kuliner 2016 masih di masakan Minang dan Manado. Selain itu, belum banyak yang terangkat,” kata pria yang dikenal dengan tagline Mak Nyus ini, usai pembukaan outlet ke-13 Eat&Eat di One Belpark Jakarta.
Menurut dia, Bali sebagai destinasi wisata seharusnya dapat sekaligus mempromosikan kulinernya dengan baik, sehingga tidak jauh tertinggal. Jika kondisi ini terus dibiarkan, dia khawatir lambat laun kuliner tradisional bisa saja punah.
“Pemerintah daerah seharusnya juga ikut bertanggung jawab. Kaji mana (makanan khas) yang akan lebih ditonjolkan,” katanya.
Untuk melestarikan kuliner tradisional, Bondan mengatakan bisa dilakukan melalui penceritaan. Penceritaan tidak hanya bercerita seputar cita rasa kuliner, tetapi juga bumbu dan sejarahnya.
Hal yang sama juga dilakukan mantan wartawan ini melalui program wisata kuliner. Selain itu, dia menulis beberapa buku kuliner yang menggali kuliner khas suatu daerah, di antaranya berjudul 100 Mak Nyus Bali, 100 Mak Nyus Jakarta, dan 100 Mak Nyus Bondan Winarno.
“Kuliner Thailand bisa dikenal karena pencitraan dan penceritaan. Kita tidak hanya bisa ngomong masakan enak. Namun, jelaskan enak seperti apa dan ceritakan. Masyarakat dapat melakukan story telling melalui media sosial,” katanya.