Bisnis.com, JAKARTA -- Pada era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang baru saja dimulai, persaingan sumber daya manusia (SDM) akan semakin ketat.
Untuk mampu bersaing dengan sejumlah tenaga kerja asing, Indonesia harus memiliki insinyur berkualitas.
Tentunya, hal tersebut harus didukung dengan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM insinyur dalam negeri untuk bekerja sehingga dapat berdaya saing.
Ketua Umum PII, Hermanto Dardak, menuturkan kondisi Indonesia saat ini, ada sebanyak 750 ribu insinyur, atau yang telah menyelesaikan pendidikan sebagai insinyur, namun tidak semua bekerja di bidangnya atau yang bekerja menjadi insinyur hanya 40%.
"Kami akui, Indonesia masih kekurangan (insinyur), baik jumlah maupun 'skill' yang harus dimiliki untuk menghadapi MEA dan pasar global," kata Ketua Umum PII periode 2015-2018 Hermanto Dardak beberapa waktu lalu.
Pada lima tahun ke depan, kebutuhan insinyur mencapai sekitar 120 ribu untuk mendukung pembangunan infrastruktur dalam periode yang sama senilai Rp5.500 triliun, sehingga diperlukan tambahan insinyur baru 65 ribu per tahun.
"Namun baru terpenuhi sekitar 35 ribu saja per tahun atau kekurangan sekitar 30 ribuan insinyur per tahun," ujar mantan Wakil Menteri Pekerjaan Umum (Wamenpu) ini.
Meski begitu, lanjut Hermanto, pihaknya yakin bahwa para insinyur Indonesia mampu bersaing dan berkompetisi secara global, asalkan diberi kepercayaan dan ruang tantangan yang sama.
"Dari 750 ribu insinyur itu, lebih dari 10 ribu sudah tersertifikasi 11 ribu dan yang memiliki sertifikat global sekitar 1.900 insinyur. Ini harus ditingkatkan dari waktu ke waktu," katanya.
Dia menambahkan, kurangnya tenaga ahli insinyur ini adalah karena minat para generasi muda yang secara tren mengalami penurunan. Hal ini tidak terlepas dari kurangnya publikasi mengenai profesi insinyur dan berbagai peluangnya kepada para generasi muda.
"Sampai sekarang mahasiswa teknik dan pertanian di Indonesia hanya 15% dari total mahasiswa. Malaysia 24%, Vietnam 25%, Korea 33% dan Cina 38%," katanya.
Mantan ketua Umum PII, Bobby Gafur Umar juga sangat menyayangkan adanya fakta bahwa banyak alumni teknik atau insinyur yang bekerja di bidang profesi lain. Dia mengaku, profesi insinyur masih kekurangan minat, mulai dari penjurusan di universitas.
"Ternyata, banyak insinyur kita yang tidak bekerja sesuai dengan bidang keinsinyuran, ada yang jadi analis bank, wartawan, dan profesi lain," tukasnya.