Bisnis.com, SEMARANG - Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Batang menyerahkan berita acara dan administrasi lainnya secara yuridis kepada pihak PT PLN, seiring dengan selesainya proses pembebasan sisa lahan PLTU Batang seluas 12,5 hektare.
Proyek pembangunan PLTU berkapasitas 2x1.000 megawatt ini selama ini terhambat pembebasan lahan. Pasalnya, sebagian warga menolak untuk menjual lahan miliknya lantaran menginginkan harga tanah lebih tinggi.
Kepala BPN Kabupaten Batang Abdul Aziz mengatakan proses pembebasan sisa lahan memang sempat alot. Warga di tiga desa yakni Ujungnegoro, Karanggeneng, Ponowareng menginginkan ganti rugi lahan dengan taksiran harga lebih tinggi atau di atas angka Rp400.000/meter persegi.
Rinciannya, sisa lahan seluas 12,5 ha berada di Desa Ujungnegoro sebanyak 16 bidang milik 11 orang, di Karanggeneng terdapat 49 bidang yang dipertahankan 35 warga dan di Ponowareng terdapat 27 bidang milik 24 orang.
Dalam penyelesaian pembebasan sisa lahan, katanya, pihak BPN mengacu pada Undang-undang No.2/2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum.
“Proses selanjutnya, biar PLN yang melanjutkan. Bisa mengajukan permohonan hak guna bangunan dan dikerjasamakan dengan investor yakni PT Bhimasena Power Indonesia,” terang Aziz saat dihubungi Bisnis, Rabu (9/12/2015).
Dengan selesainya proses pembebasan lahan itu, lanjutnya, hak atas warga secara hukum atas kepemilikan lahan itu sudah putus. Artinya, warga tidak memiliki kewenangan lagi memiliki tanah tersebut.
Di samping itu, PT PLN juga telah menitipkan uang senilai Rp11 miliar kepada Pengadilan Negeri Batang untuk diambil oleh 82 pemilik tanah.
“Saat ini, masih tiga orang yang mengambil uang itu di pengadilan. Karena mengacu pada UU tersebut, warga yang belum mengambil dipersilakan datang ke pengadilan,” katanya.
Sekretaris Daerah Batang Nasikhin mengatakan pembebasan sisa lahan secara keseluruhan ditarget rampung akhir 2015. Oleh karena itu, pembangunan proyek pembangkit listrik terbesar se- Asia Tenggara bisa dimulai pada semester I/2016.
“Lebih cepat lebih bagus. Pembangunan itu bukan kepentingan pribadi investor atau PLN, tapi kepentingan masyarakat banyak,” terangnya.
General Manajer PT PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Surabaya Pujo Santosa menambahkan pelaksanaan pembangunan PLTU Batang sudah bisa dimulai setelah pemerintah menitipkan uang senilai Rp11 miliar pada Pengadilan Negeri Batang untuk proses pembebasan sisa lahan seluas 12,5 hektare.
“setelah sistem konsinyasi ini selesai maka PT Perusahaan Listrik Negara akan segera mengajukan hak guna bangunan (HGB) untuk dimulainya pembangunan PLTU Batang,” ujarnya.
Sementara itu, investor bakal membangun proyek pada April 2016 kendati saat ini beberapa proyek sudah mulai dikerjakan.
Direktur PT BPI Mohammad Effendi mengatakan perseroan secara pasti bakal melaksanakan pembangunan sepenuhnya setelah konsinyasi final. “Uang sudah dititipkan di pengadilan. Tinggal menunggu warga mengambilnya,” terangnya.
Dia mengatakan pembangunan daya setrum seluas 226 ha ditargetkan selesai pada 2020 atau empat tahun terhitung sejak April 2016.