Bisnis.com, BANDUNG - Indonesia Avition And Aerospace Watch (IAAW) menilai penerapan status waspada di sejumlah bandara oleh Kementerian Perhubungan tindakan sia-sia.
Vice President Indonesia Avition And Aerospace Watch (IAAW) Juwono Kolbioen mengatakan penerapan status sebenarnya tidak perlu jika regulator bisa membenahi kondisi bandara komersil di Indonesia yang masuk kategori II dalam hal keselamatan penumpang.
Indonesia yang pernah duduk di dalam Dewan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) pada 1962 kini terlempar. “Indonesia berupaya masuk ke situ setiap tiga tahun sekali, tapi kita tidak dianggap,” katanya, Selasa (24/11/2015).
Pihaknya menunjuk pengamanan di Terminal I B Bandara Soekarno-Hatta yang sulit diterima dari alasan keamanan. Menurutnya petugas keamanan bandara memeriksa dengan ketat seluruh penumpang di areal dekat pembayaran airport tax.
Namun usai lepas dari situ, penumpang dihadapkan pada areal komersial yang belum tentu steril. “Its ok diperiksa. Tapi di Indonesia ini aneh, yang namanya steril di dalam itu toilet pun tidak ada,” ujarnya.
Menurutnya, pemeriksaan harusnya begitu penumpang hendak masuk pesawat agar terhindar dari apa yang boleh dan tidak dibawa masuk. Penempatan publik area setelah pemeriksaan keamanan dinilai pihaknya langkah yang tidak tepat dan membuat audit keamanan bandara di Indonesia akan selalu gagal.
Juwono menilai kondisi steril dan keamanan bandara harus mengikuti regulasi yang sudah ada di dunia. Pihaknya menilai status waspada di bandara harus belajar dari sejumlah kasus penumpang yang menyusup ke dalam badan pesawat atau masuknya dangerous goods ke dalam kabin.
“Saya mau tanya itu kalau yang masuk yang lain bagaimana? Di mana pengamanan bandara,” katanya.
IAAW sendiri akan terus mengkritik persoalan ini karena tetap berharap agar keselamatan bandara di Indonesa versi ICAO kembali masuk kategori I sejajar dengan Singapura, Malaysia dan Thailand.
Jika persoalan ini sulit diatasi di bandara-bandara yang sudah ada, Juwono menilai konsep berbeda harus diterapkan di bandara yang hendak dibangun seperti BIJB Kertajati, Majalengka. “Bandara Kertajati harus mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku,” katanya.
Dengan menguasai ruang udara 81% dari total negara di Asean, ucapnya, ICAO sudah meminta agar Indonesia menunjukan rencana yang efisien dalam mengelola bandara agar bisa mengangkat imej Indonesia.
IAAW yakin Kertajati akan dibangun sesuai dengan regulasi penerbangan. “ICAO nanti melihat Indonesia sudah membangun bandara yang sudah sesuai regulasi baik sisi udara maupun darat,” ujarnya.
BIJB, menurutnya, bisa mengatasi berbagai persoalan yang selama ini dihadapi Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan mampu menggantikan Bandara Husein Sastranegara, Bandung.
Menurutnya, dua bandara ini memiliki banyak persoalan potensial hazard yang bisa menyebabkan persoalan. “Ini bisa diatasi oleh Bandara Kertajati jika menerapkan dengan benar sesuai regulasi,” katanya .