Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

4 Tahun Ekspor Turus Turun, Ini Saran Indef

Tren penurunan kinerja ekspor yang telah berlangsung sejak 2012 diyakini akan terus berlanjut pada 2016 nanti jika pemerintah tidak segera melakukan percepatan penghiliran industri dan penguatan market intelligence.
Tren penurunan kinerja ekspor yang telah berlangsung sejak 2012 diyakini akan terus berlanjut pada 2016 nanti jika pemerintah tidak segera melakukan percepatan penghiliran industri dan penguatan market  intelligence. /
Tren penurunan kinerja ekspor yang telah berlangsung sejak 2012 diyakini akan terus berlanjut pada 2016 nanti jika pemerintah tidak segera melakukan percepatan penghiliran industri dan penguatan market intelligence. /

Bisnis.com, JAKARTA – Tren penurunan kinerja ekspor yang telah berlangsung sejak 2012 diyakini akan terus berlanjut pada 2016 nanti jika pemerintah tidak segera melakukan percepatan penghiliran industri dan penguatan market  intelligence.

Direktur Eksekutif Institute for Development of  Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan setelah beberapa tahun mengalami penurunan performa  kinerja ekspor, target pertumbuhan ekspor antara 6%-7% merupakan hal yang positif. Namun, hal tersebut tidak akan tercapai jika tidak ada perubahan yang bersifat fundamental.

“Harus ada upaya, kalau seperti business as usual ekspor tidak mungkin tumbuh, positif saja sudah tidak mungkin,” kata Enny saat dihubungi Bisnis belum lama ini.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai total ekspor Indonesia pada 2011 mencapai US$203,50 miliar. Nilai tersebut tahun demi tahun terus menurun, hingga pada 2014 mencapai US$175,98 miliar. Tahun ini pun, pemerintah meyakini kinerja ekspor akan turun hingga 14% hingga akhir tahun.

Enny mengatakan, untuk mengejar target pertumbuhan pada 2016, jika pemerintah akan mengandalkan ekspor migas, hal tersebut akan terbentur harga komoditas yang masih rendah. Sementara itu untuk non-migas, jika masih mengandalkan ekspor berbentuk komoditas mentah, kenaikan hingga 6% seperti yang ditargetkan pemerintah dirasa mustahil tercapai.

Enny menyebutkan, rendahnya harga komoditas di pasar global masih belum terprediksi apakah akan selesai pada 2016, atau akan terus berlanjut di tahun-tahun berikutnya. Pelemahan global masih tidak terprediksi dan penuh ketidakpastian.

Menurut dia, jika pemerintah benar-benar menginginkan pertumbuhan kinerja ekspor sebesar  6%-7%, maka Kementerian Perdagangan mesti berkoordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk segera melakukan percepatan penghiliran industri. Koordinasi juga mesti dilakukan dengan kementerian lainnya seperti Kementerian Koperasi dan UMKM untuk percepatan fasilitasi industri kreatif.

Permasalahan saat ini, lanjutnya, tidak hanya berada pada daya saing, tetapi juga faktor-faktor eksternal yang sulit diprediksi. Daya saing produk lemah karena barang-barang industri yang diekspor masih memiliki ketergantungan bahan baku. Sementara komoditas mentah yang selama ini menjadi penopang ekspor bermasalah dengan harga yang rendah.

“Harus ada strategi bersama, tidak hanya mempercantik marketingnya, tetapi juga mempercantik produk yang betul-betul memang bisa dipacu untuk ekspor.”

Strategi tersebut bisa sukses jika ada optimalisasi market intelligence untuk diversifikasi pasar dan informasi pasar tujuan ekspor. Hasil dari market intelligence tersebut sekaligus dikoordinasikan dengan kementerian teknis untuk mengoptimalkan kinerja produk-produk maupun komoditas yang masih memiliki marketshare dan peluang di negara tujuan ekspor.

Sayangnya, menurut Enny peran market intelligence seperti di Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara lainnya. Atase perdagangan dari negara lain sangat reaktif terhadap isu-isu yang beredar di negara penugasan mereka. Para atase tersebut aktif menggali informasi dan menyampaikannya kepada para pelaku usaha.

“Kita kan nggak punya pasukan market intelligence seperti itu. Itu yang menyebabkan kinerja ekspor kita sangat tergantung nasib saja. Peran pemerintah untuk menjadi fasilitator itu minim sekali, lebih banyak kreativitas dunia usaha sendiri.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Avisena
Editor : Setyardi Widodo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper