Bisnis.com, JAKARTA—Asosiasi Pertekstilan Indonesia menyatakan nilai impor produk tekstil ilegal sejak 2011 hingga Februari 2015 mencapai Rp29 triliun. Volume impor setiap tahun melonjak yakni 2011 sebanyak 4%, 2012 sebanyak 7%, 2013 sebesar 13% dan tahun lalu 15%.
Ernovian G. Ismy, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), mengatakan metode penghitungan berdasarkan perbandingan antara jumlah produksi dalam negeri dan impor legal dengan jumlah barang yang beredar di pasar.
“Setelah ditelusuri, modus penyelundupan produk tanpa dokumen dengan pembayaran secara borongan serta importir melaporkan dokumen dengan isi berbeda. Ini dilakukan secara berjamaah oleh sejumlah oknum,” ujarnya kepada Bisnis.com, Senin (12/10/2015).
Sejumlah produk yang diimpor tanpa dokumen, lanjutnya, tidak hanya pakaian bekas, tetapi juga pakaian baru. Impor ilegal ini merugikan negara karena tidak dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN), pajak penghasilan (PPh) serta bea masuk.
Pakaian baru yang diimpor secara ilegal, lanjutnya, merupakan produk ekspor dari produsen yang ditolak oleh negara tujuan seperti Amerika Serikat, Eropa dan lainnya. Barang ini dialihkan ke Indonesia dan masuk secara borongan atas bantuan oknum.
Akibatnya, produk-produk murah tanpa pajak ini mengambil pasar industri tekstil skala kecil menengah dalam negeri yang berorientasi pasar domestik. Aktivitas ilegal ini telah berlangsung lama, dan tercatat sejak 2005 Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah melakukan penindakan.
Namun, upaya penindakan yang dilakukan sulit memutus mata rantai praktik ilegal, karena pintu masuk produk ini berpindah-pindah yakni Pelabuhan Tanjung Priok, Surabaya, kemudian Makassar. Adapun pakaian bekas masuk dari pulau-pulau kecil di Indonesia.
“Oleh karena itu dibutuhkan data terintegrasi yang bermula dari asosiasi kemudian ditindaklanjuti oleh Kemenperin dan Kemendag. Pengawasan di lapangan dilakukan dengan cara mengecek faktur pajak setiap barang dan ditelusuri hingga importirnya,” katanya.
Ade Sudrajat, Ketua API, mengatakan impor ilegal menimbulkan persaingan pasar yang tidak sehat. Praktek under invoice menyebabkan harga barang rendah akibat pengenaan bea masuk dan pajak impor lainnya kecil.
“Importir legal taat hukum, bahkan dipersulit supaya ikut sistem mereka [oknum]. Bea Cukai harus punya standar harga barang dan kami siap membantu. Solusi jangan panjang adalah menyatukan informasi atau data antara Bea Cukai dan Pajak, sehingga perusahaan bayar pajak dengan benar.”