Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mengawasi sekitar 1.200 izin usaha pertambangan yang tak memiliki status Clear and Clean (CNC) hingga 1 Oktober 2015 sesuai dengan batas waktu dari Kementerian ESDM.
Hal itu disampaikan peneliti dari Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang) KPK, Abdul Aziz dalam dialog publik Masa Depan Tambang Batu Bara yang Non-CNC di Jakarta, Kamis (8/10/2015).
Aziz memaparkan pihaknya melakukan supervisi terhadap izin-izin yang belum mendapatkan status CNC, atau yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan tak tumpang-tindih dengan wilayah lainnya.
Dia menuturkan KPK melakukan supervisi terhadap izin-izin yang belum mendapatkan status CNC hingga 1 Oktober 2015—sesuai dengan tenggat waktu yang diberikan Kementerian ESDM. Oleh karena itu, para gubernur sudah dimintakan kedatangannya untuk menyampaikan hasil terakhir terkait dengan tindakan yang dilakukan selanjutnya.
"Kami melakukan supervisi agar Kementerian ESDM berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam penyelesaian status CNC," kata Aziz dalam diskusi tersebut, Kamis (8/10/2015). "Kami juga mengundang gubernur untuk menyelesaikan persoalan itu."
Dia menuturkan persoalan izin pertambangan yang tak memiliki status CNC adalah berkaitan dengan keuangan negara, penertiban izin yang berada di kawasan hutan konservasi dan hutan lindung, serta pembayaran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui Sistem Informasi PNBP Online (Simponi) Kementerian Keuangan.
Aziz menuturkan masih banyak pemerintah provinsi yang belum melaporkan status perizinan pertambangan di wilayahnya. Walaupun demikian, sambungnya, KPK mendukung pemerintah daerah untuk melakukan pencabutan izin pertambangan yang masih tak sesuai dengan peraturan dan tumpang-tindih tersebut.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi, dia menjelaskan KPK juga melakukan penelaahan dugaan korupsi dalam kasus pertambangan, sekaligus memfokuskan untuk melakukan pencegahan di sektor tersebut.
Data Direktorat Jendral Planologi Kehutanan pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2014 menyebutkan adanya penggunaan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi untuk aktivitas pertambangan. Sedikitnya lima provinsi yang memiliki persolan itu yakni Aceh, Papua, Papua Barat, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan.
Khusus hutan konservasi, terdiri dari Papua Barat (609.000 Ha); Papua (448.000 Ha); Sulawesi Tengah (299.000 Ha); dan Sulawesi Barat (49.000 Ha). Sedangkan khusus untuk hutan lindung terdiri dari Papua (1,40 juta Ha); Papua Barat (641.000 Ha); Aceh (350.000 Ha); Sulawesi Selatan (275.000 Ha).
PENEGAKAN HUKUM
Kepala Unit Kajian Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pius Ginting mengungkapkan KPK harus melakukan tindakan hukum karena ada potensi korupsi dalam pertambangan batu bara, di antaranya adalah tumpang-tindih perizinan.
“KPK harus melakukan penegakan hukum kepada pemerintah daerah yang mengeluarkan izin tumpang-tindih, itu adalah indikasi korupsi,” kata Pius dalam diskusi tersebut.
Dia mengatakan izin-izin yang tak rampung status CNC diduga berada di lokasi penghasil tambang batu bara di Indonesia. Wilayah itu adalah Jambi; Sumatra Selatan; Kalimantan Selatan; Kalimatan Tengah; dan Kalimantan Timur.
Dia mengatakan pemerintah sebaiknya juga mencabut izin-izin yang tak memiliki status CNC dan dikembalikan kepada negara. Selain itu, Pius menegaskan, pemerintah juga harus melakukan moratorium perizinan baru di sektor tambang.