Bisnis.com, JAKARTA—PT Angkasa Pura II mengungkapkan pemancangan tiang perdana atau groundbreaking proyek pembangunan Kereta Api Bandara Soekarno-Hatta sepanjang 36,3 km dapat dilakukan pada pertengahan bulan ini.
Direktur Utama PT Angkasa Pura II Budi Karya Sumadi mengatakan seluruh perizinan untuk pembangunan proyek senilai Rp2,5 triliun tersebut sudah diperoleh. Selain itu, sebagian besar lahan pun sudah dibebaskan.
“Insya Allah akan groundbreaking pertengahan bulan ini dan selesai di 2016 akhir,” katanya di Gedung DPR RI, Selasa (6/10/2015).
Budi mengatakan target penyelesaian tersebut lebih cepat dari rencana awal pengoperasian, yakni pada awal 2018.
Hal tersebut menurutnya karena sebagian besar lintasan akan mengandalkan jalur kereta api yang sudah ada, yakni sepanjang 24,2 km dari Stasiun Manggarai hingga Batu Ceper. Pembangunan jalur baru akan dilakukan sepanjang 12,1 km dari Batu Ceper ke Bandara Soetta.
Dengan kereta tersebut, waktu tempuh dari Manggarai hingga Bandara Soetta diperkirakan hanya sekitar 60 menit. Kereta ini juga nantinya terintegrasi dengan moda transportasi lain, yakni Transjakarta dan MRT.
“Apabila beroperasi, kepadatan lalu lintas dari dan menuju Bandara Soetta dapat berkurang sekitar 30%,” katanya.
Nantinya akan disiapkan enam kereta dengan kapasitas 272 penumpang. Rencananya, tarif akan yang diberlakukan adalah Rp100.000 per tiket.
Pembangunan jalur KA Bandara Soetta adalah tindak lanjut dari Perpres 83/2011 tentang penugasan kepada PT KAI untuk menyelenggaraka sarana dan prasarana KA Bandara Soetta dan jalur lingkar Jabodetabek.
Untuk membiayai proyek tersebut, PT KAI dan PT Railink telah menandatangani perjanjian kredit sindikasi dari empat bank BUMN, yakni BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri senilai Rp2 triliun pada April lalu. PT KAI akan membangun prasarana, sementara PT Railink akan menjadi operator kereta tersebut.
PT KAI memperoleh RP1,4 triliun atau sekitar 85% dari total kebutuhan dana pembangunan prasarana senilai Rp1,6 triliun. Sedangkan PT Railink memperoleh pinjaman Rp612 miliar, atau 85% dari total keperluan pengadaan prasarana mencapai Rp720 miliar.