Bisnis.com, PADANG-Pemerintah diminta melakukan langkah konkret untuk menggerakkan koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan mengingat makin sulitnya koperasi berkembang di Tanah Air.
Ekonom Universitas Bung Hatta (UBH) Padang Syafrizal Chan menilai fungsi koperasi untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat sudah tidak bisa lagi diharapkan.
Apalagi, lebih dari 30% koperasi dalam negeri tidak melakukan rapat anggota tahunan (RAT).
"[Ekonomi] kita sudah terperangkap dalam sistem liberal, sehingga koperasi tidak bisa lagi dijadikan tumpuan kesejahteraan masyarakat," katanya, kepada Bisnis.com, Selasa (29/9/2015).
Menurutnya, harus ada langkah nyata dari pemerintah untuk menggerakkan kembali peran koperasi sesuai UU dan keinginan pendiri bangsa dalam maklumat Pancasila.
Dia mengatakan secara aturan, koperasi sudah memiliki perangkat hukum yang lengkap.
Namun, praktik di lapangan tidak ada langkah konkret pemerintah, sehingga menyebabkan banyak koperasi yang tidak berjalan semestinya.
Syafrizal mendorong pemerintah meningkatkan support melalui pembinaan, pengelolaan manajemen koperasi, permodalan, hingga pengawasan yang dijalankan secara terpadu.
"Masyarakat merasa tidak mendapatkan manfaat dari koperasi. Pupuk subsidi untuk petani misalnya juga sulit didapat, harga-harga juga melambung. Mestinya ada intervensi pemerintah dengan pengelolaan melalui koperasi," ujarnya.
Adapun, per Juni 2015, sebanyak 1.173 unit koperasi dari total 3.853 unit koperasi di Sumatra Barat tidak melalukan RAT.
Plt Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Sumbar Zirma Yusri mengakui banyak koperasi di daerah itu yang tidak aktif lagi karena ketiadaan pengurus dan manajemen yang lemah.
"Serba susah. Dikembangkan juga susah, dibubarkan ribet juga karena banyak aturannya," kata Zirma.
Dia menyebutkan tidak fokusnya pengembangan koperasi secara nasional menyebabkan koperasi sulit tumbuh di Tanah Air.
Apalagi, saat ini banyak lembaga mirip koperasi yang berkembang di bawah kementerian lain, seperti keberadaan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) dan lembaga lainnya.
Menurutnya, secara nasional juga perlu regulasi yang mendorong kelembagaan koperasi di tingkat nagari/desa lebih tertata.
"Kalau sekarang kan, di satu nagari itu banyak pula modelnya. Ada KUD, koperasi simpan pinjam, ada LKMA, macam-macam. Karena banyaknya suara yang keinginan masyarakat jadinya simpang siur," jelasnya.
Dia mengungkapkan akan membangun komunikasi dengan masyarakat dan lembaga adat di daerah untuk mendorong pengelolaan koperasi yang lebih tertata di nagari, sehingga kelak bisa dihasilkan koperasi yang kuat secara bisnis dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.