Bisnis.com, JAKARTA – Hakim Agung Kamar Perdata Mahkamah Agung Syamsul Maarif mengatakan, dengan adanya penyelesaian gugatan sederhana yang dilandasi Peraturan Mahkamah Agung No.2/2015, konsumen kini memiliki beberapa alternatif dalam penyelesaian sengketanya.
Penyelesaian gugatan sederhana tersebut, lanjutnya, menjadi alternatif dari beberapa pilihan lainnya yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang dilakukan melalui non-pengadilan, maupun forum penyelesaian sengketa lainnya.
Kendati demikian, menurutnya dibanding penyelesaian melalui BPSK, sengketa melalui Perma tersebut bisa ditangani lebih cepat. Alasannya, kasus bisa selesai hanya melalui Pengadilan Negeri. Sementara BPSK bisa sampai Kasasi maupun Peninjauan Kembali. “Hak konsumen akan lebih lama diperoleh,” kata Syamsul, Selasa (22/9/2015).
Menurut Syamsul, dunia usaha sangat memerlukan forum penyelesaian sengketa yang cepat. Selama ini Indonesia tidak punya forum tersebut. Permasalahan itu akhirnya juga menjadi salah satu penyebab rendahnya ranking iklim investasi kondusif RI yang dikeluarkan oleh Bank Dunia.
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional Ardiansyah Parman juga menyampaikan pendapat senada. Terlebih lagi dengan masih minimnya jumlah BPSK yang ada di seluruh Indonesia.
Kendati demikian, menurutnya pemerintah masih harus memperkuat BPSK pada masa yang akan datang. Pemerintah harus memberikan perhatian untuk permasalahan teknis yang ada di BPSK seperti peningkatan anggaran, peningkatan SDM, dan pembangunan infrastrukturnya.
Pengamat Perlindungan Konsumen Susanti Adi Nugroho menilai ada beberapa permasalahan BPSK yang masih perlu diperbaiki a.l. ketidak-seragaman dalam menafsirkan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak ada konsistensi pada pasal-pasal dalam UU Perlindungan Konsumen, adanya pertentangan antara pasal satu dengan pasal lainnya, adanya konflik dengan autaran dalam perundang-undangan Arbitrase, serta tidak ada kejelasan tentang peran serta penyidik yang jelas.