Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan selama peraturan mengenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang baru belum dikeluarkan, maka instrumen pajak tersebut diatur dalam beleid yang lama.
Pekan lalu, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyampaikan, pemerintah akan segera merevisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.011/2013 terkait jenis barang kena PPnBM dengan batas hunian mewah di atas Rp10 miliar.
Sebelumnya, PMK Nomor 106/PMK.010/2015 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM menuliskan, bahwa properti yang dikenai PPnBM sebesar 20%, yakni
Pertama, rumah dan townhouse dari jenis non-strata title dengan luas bangunan 350 meter persegi atau lebih. Kedua, apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya, dengan luas bangunan 150 meter persegi atau lebih.
Kasubdit Peraturan Perpajakan Dirjen Pajak Kemenkeu Sulistyo Wibowo menuturkan, selama aturan PPnBM yang baru belum terbit, maka pajak yang berlaku sesuai peraturan yang lama.
Dia menekankan, mungkin ada rumor yang beredar bila batasan harga properti yang terkena PPnBM akan berada di bawah standar pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar Rp5 miliar. Namun, hal ini tidak akan dilakukan oleh Kemenkeu.
Sebagai informasi, pada Mei 2015 lalu, pemerintah mengeluarkan PMK Nomor 90/PMK.03/2015 tentang Wajib Pajak Tertentu sebagai Pemungut Pajak Penghasilan dari Pembeli atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah disebut ada enam jenis barang sangat mewah yang dipungut PPh Pasal 22.
Salah satunya properti rumah dan tanahnya serta apartemen dengan batasan harga jual minimal masing-masing Rp 5 miliar.
“Mungkin ada kabar treshold PPnBM akan di bawah PPh, tapi tidak jadi, karena melihat situasi ekonomi sekarang. Pelaku usaha tidak perlu khawatir batasnya akan turun,” ujarnya dalam diskusi PPnBM Properti yang digelar HIPMI Tax Center di Jakarta, Selasa (22/9/2015).
Sulistyo mengatakan sebelumnya pada 2008, PPh berlaku untuk properti dengan batas harga Rp10 miliar. Kementerian Keuangan kemudian mengevaluasi standar harga tersebut tidak efektif, karena hanya sedikit yang melaporkan transaksi.
Bagaiamanapun beberapa tahun belakangan peran pajak memengaruhi pemasukan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta banyak sektor. Oleh karena itu, pemerintah terus berusaha memberikan formula peraturan yang tepat.
Dalam masa booming properti tahun 2011 sampai 2013, kenaikan pemasukan pajak dari industri papan memang terjadi. Namun, standar Rp10 miliar untuk PPh tidak kunjung tersentuh banyak orang.
Pemerintah pun menurunkan ambang batas menjadi properti dengan harga Rp5 miliar. Sayangnya, kebijakan yang terbit Mei 2015 ini keluar bersamaan ketika permintaan pasar properti sedang menurun.
Sulistyo menjelaskan, sebenarnya penetapan ambang batas PPh ataupun PPnBM selain membidik pemasukan bagi negara, juga bertujuan menggeliatkan pasokan kebutuhan bagi masyarakat kelas menengah ke bawah.