Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah pemangku kepentingan menilai diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan No. 161/PMK.010/2015 dapat menurunkan minat investasi di sejumlah wilayah yang dikategorikan minim investasi.
Melalui PMK ini Kementerian Keuangan mencabut pengurangan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 50% untuk sejumlah investasi di daerah yang tercantum dalam Keputusan Menteri Keuangan N0. 748/KMK.04/1990 tentang Pengenaan Pajak Bumi danBangunan Bagi Investasi di Wilayah Tertentu.
Adapun sejumlah wilayah yang sejak 1 Januari 1990 diberikan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan sebesar 50% terutang selama delapan tahun setelah memperoleh izin peruntukan tanah a.l Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah.
Kemudian Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Timor Timur, Maluku, dan Irian Jaya. Pengurangan pajak tersebut berlaku bagi investasi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan.
Kemudian, investasi di bidang pertambangan, kehutanan, perindustrian, real estate/industrial estate, perhotelan dan jasa pengembangan kepariwisataan, dan pra sarana dan sarana ekonomi serta jasa angkutan darat, laut, dan udara.
Dengan berlakunya PMK ini, wajib pajak yang telah memperoleh fasilitas sesuai KMK No. 748/KMK.04/ 1990, tetap mendapatkan fasilitaspengurangan PBB hingga jangka waktu pemberian fasilitas tersebut berakhir.
“Kita harus lihat motif awal pemerintah mengeluarkan pengurangan pajak mungkin untuk merangsang pembangunan di wilayah yang belum berkembang. Lantas apakah saat ini semua wilayah telah berkembang sesuai keinginan awal pemerintah,” ujar Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri kepada Bisnis, Selasa (15/9).
Menurutnya, sejumlah wilayah dalam keputusan menteri keuangan tahun 1990 hingga saat ini masih membutuhkan insentif pengurangan PBB untuk memacu investasi. Oleh karena itu, perubahan regulasi seharusnya dilakukan secara bertahap.