Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Banyak Aduan Sertifikat Perkantoran Di Jakarta

Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membawahi bidang pembangunan Mohamad Sanusi menyampaikan, selama ini lembaganya banyak mendapatkan pengaduan dari pengembang maupun konsumen perihal sulitnya sertifikasi hak milik gedung perkantoran.
Foto udara Lanskap gedung perkantoran dan apartemen (rumah susun vertikal) menggunakan Helikopter Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di salah satu sudut kota Jakarta, Kamis (18/6/15)./Antara
Foto udara Lanskap gedung perkantoran dan apartemen (rumah susun vertikal) menggunakan Helikopter Super Puma NAS-332 milik Skuadron 45 TNI AU di salah satu sudut kota Jakarta, Kamis (18/6/15)./Antara

Bisnis.com, JAKARTA—Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang membawahi bidang pembangunan Mohamad Sanusi menyampaikan, selama ini lembaganya banyak mendapatkan pengaduan dari pengembang maupun konsumen perihal sulitnya sertifikasi hak milik gedung perkantoran.

Menurutnya, UU no. 20/2011 tentang Rumah Susun memang tidak bisa dijadikan sebagai acuan karena hanya mengatur rusun hunian dan campuran.

Rusun hunian merupakan  tempat tinggal, sedangkan rusun campuran ialah bangunan hunian yang terpadu dengan area komersial. Sedangkan peraturan yang murni mengatur rusun non hunian atau komersil, seperti gedung perkantoran belum ada.

Sanusi berpendapat filosofi UU no.20/2011 tentang Rumah Susun lebih bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Kalau MBR itu tujuannya ialah menggenjot hunian, bukannya pengembangan properti lain seperti area komersial,” ujarnya di sela acara Diskusi Sertifikasi Rusun Non Hunian di Jakarta, Rabu (16/9/2015).

Hambatannya di Jakarta sendiri ialah terdapat Peraturan Daerah yang menyatakan adanya area-area untuk pembangunan komersial, seperti koridor MH Thamrin, Jenderal Sudirman, Gatot Subroto, dan TB Simatupang.

Pada proses pengurusan izin, pengembang sudah melakukan sesuai prosedur seperti mendapatkan surat izin penunjukan penggunaan tanah (SIPPT) dan izin mendirikan bangunan (IMB).

Setelah bangunan ada, pengembang mengajukan pembuatan sertifikat hak milik ke Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Wilayah Jakarta. Namun, tetelah proses pertelaan di BPN, yakni pembuatan akta pemisahan bagian rusun, Gubernur tidak bisa menadatangani dan mengeluarkan sertifikat laik fungsi (SLF) karena tidak ada UU yang mengaturnya.

“Masyarakat sebagai konsumen yang sudah membeli juga terkena imbas ketidakjelasan ini,” katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper