Bisnis.com, JAKARTA – Setelah ditunda sejak akhir 1985, pemerintah secara resmi akan kembali menerapkan ketentuan pembatasan rasio utang terhadap modal (debt to equity ratio / DER) 4:1 lebih longgar dari patokan terdahulu 3:1.
Kebijakan itu diamanatkan dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan yang ditetapkan dan diundangkan pada 9 September 2015 dan dirilis di laman Kemenkeu, hari ini (17/9/2015).
Dalam pasal 1 ayat (1) PMK tesebut dinayatakan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan (PPh) ditetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal bagi Wajib Pajak (WP) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia yang modalnya terbagi atas saham-saham.
“Besarnya perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) ditetapkan paling tinggi sebesar empat dibanding satu (4: 1),” bunyi pasal 2 aturan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan patokan 4:1 dipilih karena populasi terbesar ada pada perusahaan dengan tingkat DER 3:1 sehingga masih dianggap wajar. Dengan batasan tersebut, besaran utang lebih dari 80% tidak bisa dibebankan sebagai biaya.
“Selama ini kan biaya bunga boleh dibiayakan berapapun tidak ada batasannya. Kalau dengan batasan itu, yang boleh dibiayakan ya 4:1. Artinya, di atas 80% ya dibayar pajaknya,” katanya.
Selain meredam tingkat utang swasta khususnya utang luar negeri, Bambang berujar pemerintah ingin ada penguatan dari sisi modal bagi perusahaan yang berinvestasi di Tanah Air. Penguatan modal, sambungnya, akan menghindari perusahaan-perusahaan yang hanya mengandalkan pinjaman atau utang.
Namun, tidak semuanya WP badan dikenai formula DER 4:1. Dalam beleid tersebut diatur enam WP badan yang dikecualikan dengan perbandingan antara utang dan modal tersebut, yakni WP bank, WP lembaga pembiayaan, WP asuransi dan reasuransi.
Selain itu, WP yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerja sama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian di maksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal.
WP yang atas seluruh pengasilannya dikenai pajak penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri dan WP yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.
Bagi WP yang mempunyai utang swasta luar negeri, wajib menyampaikan laporan besarnya utang swasta luar negeri dan wajib menyampaikan laporan besarnya utang swasta luar negeri tersebut kepada Dirjen Pajak. Apabila WP tidak menyampaikan laporan, atas biaya pinjaman yang terutang dari utang swasta luar negeri tersebut tidak dapat dikurangkan untuk menghitung penghasilan kena pajak.