Bisnis.com, JAKARTA—PT Sulawesi Mining Investment menyatakan rencana relaksasi ekspor mineral mentah oleh pemerintah akan berdampak pada penghentian investasi smelter, penurunan harga nikel dunia serta kredit macet perbankan dalam negeri.
Alexander Barus, Presiden Direktur PT Sulawesi Mining Investment (SMI), mengatakan lebih dari 44% sumber daya nikel dunia berada di Indonesia, maka, relaksasi ekspor biji nikel dapat berdampak tidak berdirinya smelter kelas dunia di dalam negeri.
“Kami sebagai salah satu pengusaha smelter yang telah menggelontorkan investasi sebesar US$2,3 miliar dan telah berproduksi mengharapkan pemerintah konsisten melarang ekspor mineral mentah untuk biji nikel,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (3/9/2015).
Pasalnya, relaksasi ekspor akan menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran yang berujung pada pembatalan atau pemberhentian investasi di Indonesia. Perubahan kebijakan ekspor biji nikel akan berdampak terhadap harga nikel dunia. Sehingga, investasi smelter tidak menguntungkan.
Saat ini, lanjutnya, konsentrat tembaga yang diproses di Indonesia telah memiliki nilai tambah 90%, sehingga jika mineral ini di ekspor, sebagian besar nilai tambah telah direalisasi di Indonesia dengan 10% terealisasi di luar negeri.
Pada produk lain, Indonesia memiliki cadangan laterit nikel terbaik dan terbesar di dunia. Jika ekspor nikel ore tanpa nilai tambah diizinkan kembali, maka pihak yang paling diuntungkan adalah negara pengimpor.
Namun sebaliknya, dengan dimilikinya cadangan lateritik nikel terbesar dan terbaik di dunia, investor baik dalam negeri maupun luar negeri akan berdatangan untuk membangun industri pengolahan atau pemurnian di Indonesia.
Di lain sisi, tak seperti biji nikel, biji bauksit yang selama ini di ekspor tanpa pengolahan dapat di temukan di negara lain seperti Malaysia dan Australia. Pada saat Undang-undang mineral dan batubara diberlakukan, para pembeli biji bauksit beralih ke Malaysia dan Australia.
“Untuk mineral ini, pasokan dunia sangat mudah mendapatkan pengganti. Indonesia memang memiliki cadangan bauksit yang besar, namun negara tetangga seperti Australia dan Malaysia tidak kekurangan produksi,” tuturnya.
Oleh karena itu, ujarnya, dengan cadangan laterit nikel Indonesia yang terbaik dan terbesar di dunia, pemerintah tidak perlu khawatir terhadap realisasi investasi smelter. Investor akan datang mendirikan pabrik seperti yang telah dilakukan oleh Antam, Inco-Vale, Sulawesi Mining Investment dan lainnya.
Jika rencana ini benar diterapkan, akan menimbulkan ketidakpercayaan investor dan penurunan harga komoditas yang mengancam kelangsungan usaha pengusaha smelter nikel di Indonesia, tak terkecuali PT Sulawesi Mining Investment kemungkinan akan tutup.
Sebelumnya (Bisnis, 3/9), berdasarkan dokumen yang diterima Bisnis, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyusun skema relaksasi ekspor mineral dengan tujuan meningkatkan penerimaan devisa negara serta membantu cash flow perusahaan tambang yang sedang membangun smelter.
Dokumen ini menjelaskan waktu relaksasi maksimal selama satu tahun dengan syarat penerima adalah perusahaan yang telah membangun smelter dengan perkembangan konstruksi minimal 30%.