Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Neraca Pembayaran Indonesia Diproyeksi Defisit Hingga Akhir Tahun

Setelah berbalik defisit pada kuartal II/2015, neraca pembayaran Indonesia (NPI) diproyeksikan tidak bisa kembali surplus hingga akhir tahun karena gejolak pasar keuangan masih belum bisa stabil.
Neraca pembayaran Indonesia (NPI) diproyeksikan tidak bisa kembali surplus hingga akhir tahun karena gejolak pasar keuangan masih belum bisa stabil. /
Neraca pembayaran Indonesia (NPI) diproyeksikan tidak bisa kembali surplus hingga akhir tahun karena gejolak pasar keuangan masih belum bisa stabil. /

Bisnis.com, JAKARTA – Setelah berbalik defisit pada kuartal II/2015, neraca pembayaran Indonesia (NPI) diproyeksikan tidak bisa kembali surplus hingga akhir tahun karena gejolak pasar keuangan masih belum bisa stabil.

Pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy mengatakan gejolak pasar keuangan masih dibayangi ketidakpastian global. Sementara, di saat yang bersamaan, transaksi berjalan (current account) masih dalam posisi defisit meskipun menciut sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional.

“Selama imbal hasil di Indonesia tidak menguntungkan portofolio investment kabur. Terpukul lagi neraca pembayarannya,” katanya di sela-sela diskusi, Sabtu (15/8/2015).

Menurutnya, ada tiga kondisi yang masih akan berpengaruh besar pada pasar keuangan global yang berimbas pada tertekannya kembali nilai tukar rupiah. Pertama, keputusan penaikkan suku bunga the Federal Reserve.

Kedua, persetujuan atau penolakan kongres terhadap kesepakatan Presiden Amerika Serikat Obama dengan Iran terkait kesepakatan nuklir. Menurutnya, hasil kongres akan memengaruhi permasalahan produk dan harga minyak.

Seperti diketahui, baru-baru ini Obama melancarkan upaya untuk mempertahankan kesepakatan nuklir Iran serta memperingatkan potensi terjadinya perang di Timur Tengah apabila Kongres menghalangi kesepakatan tersebut.

Ketiga, situasi perang antara Amerika Serikat dan Rusia diikuti pemulihan Uni Eropa. “Kalau ini terjadi, rupiah kena, jadi bukan hanya pada currency war semata tapi juga ICP war. Ini sudah masuk economics war,” tegasnya.

Dalam data NPI kuartal II yang dirilis Bank Indonesia (BI) kemarin (14/8/2015) disebutkan defisit transaksi berjalan menyempit di posisi US$4,5 miliar dari posisi periode yang sama tahun lalu US$9,6 miliar.

Namun, di saat yang bersamaan, surplus dari transaksi modal dan finansial juga ikut tergerus dalam menjadi US$2,5 miliar dari posisi tahun lalu senilai US$13,9 miliar. Bahkan posisi kuartal I/2015 masih mencatatkan surplus US$6,3 miliar.

Penyempitan surplus modal dan finansial tersebut pada akhirnya tidak dapat membiayai sepenuhnya CAD kendati sudah ikut turun sejalan dengan perlambatan ekonomi nasional. Kondisi ini membuat neraca keseluruhan kembali US$2,93 miliar.

Ichsanuddin menyatakan dari sisi investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI) pun tidak bisa ikut menolong dalam waktu dekat. Kondisi ini dikarenakan adanya peningkatan jeda waktu antara kejahatan satu dengan yang lainnya, masih adanya konflik sosial, dan masih berantakannya koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang berimbas pada iklim investasi.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper