Bisnis.com, JAKARTA - Institute for Development of Economic and Finance menilai pemerintah khususnya Badan Koordinasi Penanaman Modal harus melakukan pengawasan realisasi investasi setelah memberikan persetujuan investasi.
Enny Sri Hartati, Direktur Institute for Development of Economic and Finance (Indef), mengatakan berdasarkan pengalaman 2014 realisasi investasi dari realisasi perizinan yang dikeluarkan oleh BKPM hanya mencapai 50%.
“Pertama BKPM harus menjelaskan mengapa laporan yang selama ini dipublikasi ditulis realisasi investasi bukan realisasi perizinan investasi. Kewenangan BKPM adalah pemberian izin investasi. Pengertian realisasi investasi dan realisasi izin investasi sangat jauh berbeda,” katanya kepada Bisnis, Rabu (29/7/2015).
Dalam rilis terakhir, BKPM menyatakan realisasi investasi proyek penanaman modal pada kuartal II/2015 senilai Rp135,1 triliun atau meningkat 16,3% bila dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun lalu dengan nilai Rp 116,2 triliun.
Pada periode ini realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp42,9 triliun dan realisasi investasi penanaman modal asing (PMA) senilai Rp92,2 triliun.
Secara umum investasi industri makanan mencapai Rp10,5 triliun, industri logam dasar, barang logam, mesin dan elektronik Rp11 triliun, kimia dasar, barang kimi dan farmasi Rp12,2 triliun, pertambangan Rp13,5 triliun, transportasi, gudang dan telekomunikasi Rp28,4 triliun dan lainnya Rp59,5 triliun.
Enny mengatakan jika seluruh data yang dikeluarkan oleh BKPM merupakan realisasi investasi, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) setiap tahun seharusnya meningkat. Selain itu, penyaluran kredit modal kerja dan investasi dari perbankan seharusnya juga meningkat.
“Porsi investasi melalui BKPM secara nasional hanya 20%, sisanya digerakkan oleh investasi kecil dan menengah yang tidak melalui BKPM. Jika benar data yang dipublikasi adalah realisasi investasi, seharusnya daya beli masyarakat meningkat,” tuturnya.
Dalam hal ini, sejumlah faktor yang menghambat realisasi investasi di Indonesia adalah pembebasan lahan yang berlarut-larut dan buruknya infrastruktur yang menyebabkan investor menahan investasi. Jika ditelusuri lebih dalam, BKPM belum mengawal investasi hingga pelaksanaan di lapangan.
Anton J. Supit, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengatakan poin terpenting dari realisasi investasi adalah kualitas serapan tenaga kerja Indonesia. Kendati realisasi lebih rendah dari tahun sebelumnya, namun serapan tenaga kerja lebih tinggi, berarti kualitas investasi lebih baik.