Bisnis.com, KUDUS - Kepala BNP2TKI Nusron Wahid mengingatkan Indonesia masih belum mampu memenuhi permintaan negara lain akan tenaga perawat.
"Dari sekitar 23.000 permintaan, hanya dapat dipenuhi sebanyak 15 ribuan saja. Kendala utama adalah kelemahan menguasai bahasa Inggris untuk medika atau medical english," kata Nusron dalam siaran pers BNP2TKI, Jumat (3/7/2015).
Rumah sakit atau panti jompo di Jepang, Taiwan, Hong Kong, Qatar, Arab Saudi dan lainnya sebenarnya lebih suka mendatangkan perawat Indonesia karena melayani dengan hati.
Namun, katanya, penguasaan medical english mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes) sangat lemah hingga permintaan tersebut tak bisa dipenuhi.
Nusron mengutarakan hal tersebut ketika memberi kuliah umum bertema Peluang Tenaga Kesehatan di Luar Negeri yang dihadiri civitas academy Stikes Cendekia Utama Kudus pada Jumat (3/7/2015).
Guna mengatasi kelemahan itu, maka pemerintah Indonesia akan bekerja dengan National Council Licensure Examination for Register Nurse (NCILEX-RN) yang berbasis di Pilipina untuk menyelenggarakan ujian kompetensi medical English di Indonesia.
"Cara ini akan sangat menghemat biaya. Mengingat jika ujian di Fliipina, maka peserta harus membayar US$900 per orang plus berbagai biaya lainnya. STIKES Petramedika, Budi Luhur dan Cendekia Utama berpeluang menjadi tuan rumah uji kompetensi itu," kata Kepala BNP2TKI.
Ketua STIKES Cendekia Utama Ilham Setyabudi menyatakan kesiapan pihaknya menjadi tuan rumah uji kompetensi itu. "Kami memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang kegiatan tersebut."
Nusron Wahid mengingatkan para mahasiswa Stikes Cendekia Utama bahwa mereka akan tersingkir di negeri sendiri sebab tak bisa bekerja di rumah sakit internasional, sedangkan di luar negeri kalah bersaing dengan perawat Filipina.
Menurut data, gaji perawat bersertifikat bahasa Jepang untuk tenaga medis mencapai 270.000 yen, sedangkan yang tak bersetifikat hanya separuhnya. []