Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENERIMAAN PAJAK: Porsi PPN Diproyeksi 40%, PPh Nonmigas 55%

Pemerintah memproyeksikan porsi penerimaan dari pos pajak pertambahan nilai (PPN) tahun akan turun di level 40% dari keseluruhan realisasi penerimaan perpajakan di luar bea dan cukai.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA - Kendati masih optimistis laju pertumbuhan domestik bruto (PDB) tahun lebih baik dari capaian tahun lalu, pemerintah memproyeksikan porsi penerimaan dari pos pajak pertambahan nilai (PPN) akan turun di level 40% dari keseluruhan realisasi penerimaan perpajakan di luar bea dan cukai.

Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan porsi tersebut memang akan kembali berlawanan dengan tren beberapa tahun ini yang mencatatkan kenaikan di atas 40% sejalan dengan ambruknya kinerja beberapa sektor penyumbang PPN terbesar seperti otomotif, industri rokok, properti, perkebunan, dan pertambangan.

"PPN sekitar 40% dari total [penerimaan pajak], PPh nonmigas kemungkinan 55%, dan PPh migas 5% lah," ujarnya ketika ditemui seusai menghadiri rapat dengan Banggar DPR, Kamis (2/7/2015).

Menilik data Kemenkeu, porsi PPN dari beberapa tahun terakhir mengalami pertumbuhan di atas 40%.

Tahun lalu, penerimaan pajak atas konsumsi itu tercatat Rp518,9 triliun atau mencatatkan porsi 45,4% dari total realisasi seluruh pos pajak Rp1.142 triliun.

Pada saat yang sama, penerimaan pos PPh tercatat Rp591,6 triliun atau menyumbang 51,8%. Ketika itu, laju PDB tercatat melambat di level 5,01%.

Selama ini, sambungnya, selisih antara porsi PPN dan PPh tidaklah besar. Namun, proyeksi gap yang besar antara PPN dan PPh tahun ini memang dampak dari perlambatan ekonomi yang cukup signifikan apalagi yang masih tetap tumbuh cukup bagus hanya industri makanan dan minuman.

Di saat bersamaan, harga beberapa komoditas unggulan seperti perkebunan dan pertambangan justru anjlok.

Sigit mengklaim proyeksi gap besar antara PPN dan PPh tahun ini juga dipengaruhi program reinventing policy yang tidak sensitif pada aktivitas ekonomi.

Jika tidak ada program tersebut, lanjutnya, kemungkinan gap tidak akan besar tapi secara total realisasi penerimaan pajak akan semakin buruk karena hanya mengikuti pertumbuhan alamiahnya.

Mantan Kepala Kantor Wilayah Pajak Wajib Pajak Besar (large tax office/LTO) ini berujar penerimaan pajak tahun ini akan mentok di level 91% dari target dalam APBNP 2015 Rp1.294,3 triliun.

Dengan demikian, ada shortfall selisih antara realisasi dan target sekitar Rp116,5 triliun.

Sementara untuk perpajakan (termasuk bea dan cukai), otoritas sebelumnya menyatakan proyeksi penerimaan perpajakan hingga akhir tahun hanya Rp1.367,0 triliun atau 91,8% dari target Rp1.489,3 triliun.

Dengan demikian, shortfall berisiko mencatatkan Rp122,3 triliun. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan proyeksi akhir Mei lalu Rp120 triliun saat pemerintah menyatakan toleransi defisit anggaran di kisaran 2,2%.

Untuk pos PPN, sambungnya, ada risiko penerimaan di bawah 90%. Namun, pihaknya masih berharap akan ada peningkatan performa dari pajak atas konsumsi tersebut karena otoritas pajak akan menerapkan faktur pajak elektronik (e-faktur) untuk Jawa dan Bali. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper