Bisnis.com, JAKARTA – Standar keamanan pangan menjadi salah satu yang mesti diperhatikan bagi sektor makanan dan minuman dalam negeri untuk menghadapi persaingan dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) 2015.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S. Lukman mengatakan baik untuk industri makanan minuman skala menengah dan besar maupun skala kecil dan menengah harus mampu memenuhi standar keamanan pangan, jika ASEAN sudah menetapkan standar yang akan ditentukan.
“Kalau industri menengah besar saya kira akan siap. Tapi untuk industri kecil menengah, ini masih menjadi tantangan besar, karena hasil survey Badan POM pun masih parah sekali. Banyak daerah yang belum siap,” kata Adhi.
Ketidaksiapan tersebut, lanjut Adhi, seharusnya sudah harus diwaspadai. Karena, ketika standar tersebut benar-benar telah diterapkan, maka industri dalam negeri akan sangat sulit mengejar. Oleh sebab itu, Indonesia harus mulai membangun budaya keamanan pangan.
Adhi mencontohkan, negara tetangga Singapura dan Malaysia sudah memiliki budaya keamanan pangan yang tinggi. Sehingga dua negara tersebut tidak menerapkan registrasi untuk produk pangannya, melainkan cukup melakukan notifikasi. Sedangkan Indonesia, saat ini masih harus melakukan registrasi produk ke Badan POM.
Perbedaan sistem tersebut menurutnya sangat berpengaruh terhadap kecepatan inovasi produk baru dan kecepatan untuk merilis produk barunya ke pasaran. Dengan adanya keunggulan dalam hal kecepatan tersebut, otomatis daya saing produk mamin Singapura dan Malaysia menjadi lebih bagus dibanding produk sejenis dari Indonesia.
Adapun, Indonesia, Thailand, dan Filipina berada di level yang sama di bawah Singapura dan Malaysia. Menurut Adhi, gap antara tiga negara tersebut dengan dua negara di atasnya dalam hal budaya keamanan pangan masih sangat jauh. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, Thailand juga sudah mulai menerapkan tujuh kategori produk tanpa registrasi.
Hal yang sama juga sudah mulai dilakukan Indonesia dengan Badan POM-nya, melalui peringanan pendaftaran, kendati masih harus melalui jalan yang cukup panjang.
Kendati demikian, begitu sistem notifikasi produk berjalan maka daya saing tersebut hanya tergantung pada kecepatan masing-masing produsen untuk membuat produk baru. Hanya saja, yang dihadapi nanti adalah persoalan pengawasan karena luasnya kawasan Indonesia sebagai market.
Saat ini, standar yang dibicarakan a.l. mengenai standar kontaminasi, laboratorium acuan, dan panduan pemeriksaaan sanitasi dan keamanan pangan.
Sementara itu, lanjut Adhi, belum ada kesepakatan antara negara-negara ASEAN untuk penggunaan sistem registrasi atau sistem notifikasi produk. “Pemerintah Indonesia masih keberatan notifikasi karena alasan pengawasan pangannya berat.”