Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

INDUSTRI PENERBANGAN: Risiko MERS Lebih Besar Ketimbang Nilai Tukar dan BBM

Middle East Respiratory Syndrome (MERS) menjadi risiko terbesar yang dihadapi industri penerbangan, melampaui risiko yang datang dari nilai tukar dan bahan bakar.
Ardhanareswari AHP
Ardhanareswari AHP - Bisnis.com 21 Juni 2015  |  01:00 WIB
INDUSTRI PENERBANGAN: Risiko MERS Lebih Besar Ketimbang Nilai Tukar dan BBM
Penyebaran MERS di Korea Selatan yang dimulai bulan lalu tercatat menyerang 166 orang dan menewaskan 24 orang. . - reuters

Bisnis.com, PARIS - Middle East Respiratory Syndrome (MERS) menjadi risiko terbesar yang dihadapi industri penerbangan, melampaui risiko yang datang dari nilai tukar dan bahan bakar.

‎Penyebaran MERS di Korea Selatan yang dimulai bulan lalu tercatat menyerang 166 orang dan menewaskan 24 orang.‎

"Maskapai membatalkan sejumlah penerbangan ke China, Korea, Taiwan. Kami berharap bisa menyelesaikannya dengan cepat. Dunia sudah belajar dari SARS," kata Kepala Eksekutif BOC Aviation Robert Martin, Sabtu (20/6/2015).

Sementara itu saham maskapai-maaskapai dan pengelola hotel Thailand anjlok pascapemerintah setempat mengonfirmasi kasus MERS pertama di negara itu.‎ Kasus di Thailand bisa memicu kepanikan di Asia seperti kasus SARS pada 2002-2003.

"Hal ini telah menjadi risiko nomor satu pada beberapa minggu terakhir," kata Martin. Dia menuturkan para penumpang t‎akut dan khawatir atas peristiwa tersebut. Terlebih, isu ini dengan cepat menyebar.

Asosiasi Bandara Internasional memperkirakan maskapai Asia Pasifik akan kehilangan 8% lalu lintas penerbangannya secara year-on-year dan menggerus pendapatan hingga US$6 miliar. []

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

industri penerbangan mers-cov
Editor : Fatkhul Maskur

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top