Bisnis.com, JAKARTA - Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan mengawal agar perusahaan yang memberangkatkan 5 anak buah kapal (ABK) yang meninggal saat berlayar di Laut Senegal, Afrika Barat, ikut bertanggung-jawab dan memenuhi hak para ABK itu.
Demikian disampaikan oleh Deputi Perlindungan BNP2TKI Lisna Y. Poelungan, Kamis (18/6/2015).
"Meskipun 1 orang dari 5 ABK itu sudah mendapatkan santunan asuransi, BNP2TKI tetap menuntut perusahaan yang menempatkan kelima ABK itu bertanggung-jawab. Selain itu, BNP2TKI tidak akan memberikan proses pelayanan ABK pada perusahaan itu," kata Lisna.
Lima ABK Kapal Taiwan tewas kelaparan. Mereka kekurangan makanan dan minuman. Kelima ABK itu adalah Hero Edmond Lusikooy, yang diberangkatkan oleh PT Punjak Jaya Samudera, Sardi dan Roko Anggoro yang diberangkatkan oleh PT Sumber Putra Adi, Rasjo Lamtoro yang diberangkatkan PT Anugerah Bahari Perkasa, serta Ruhyatna Nopiansyah yang diberangkatkan oleh PT Arion Mitra Bersama.
Saat ini jenazah kelima ABK itu sudah diserahkan kepada keluarganya. Masalah ini menjadi keprihatinan karena diduga perusahaan yang memberangkatkan mereka itu bukan PPTKIS (Pelaksana Penempatan TKI Swasta) yang memiliki SIUP dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Perusahaan tersebut juag diduga tidak memiliki Surat Izin Usaha Perekrutan dan Penempatan Awak Kapal (SIUPAP) dari Kementerian Perhubungan.
Lisna mengungkapkan BNP2TKI akan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan, bahwa perlu adanya penataan bagi perusahaan yang menempatkan ABK. Hal itu supaya ke depannya tidak terjadi kembali kasus yang sama.
Selain itu, tambanya, BNP2TKI juga meminta agar Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dapat menindaklanjuti kasus ini, termasuk mencari tahu apa penyebab sebenarnya kematian kelima ABK itu.
"Kami berharap Kementerian Perhubungan dapat melakukan tindakan untuk kasus kelima ABK yang meninggal dunia ini. Di samping itu BNP2TKI melalui Direktorat Pengamanan dan Pengawasan juga akan menindaklanjuti lebih lanjut kasus ini," ujar Lisna. []