Bisnis.com,SAMARINDA–Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur berencana menerbitkan Peraturan Bupati tentang pelarangan penjualan minyak kelapa sawit atau crude palm oil/CPO ke luar daerah tersebut.
Hal tersebut diungkapkan Bupati Kutai Timur Adriansyah usai dilantik menjadi Bupati Kabupaten Kutai Timur menggantikan Isran Noor yang mengundurkan diri beberapa waktu lalu. Menurutnya, beleid tersebut sudah disusun tinggal menunggu pengesahannya saja.
“Jadi peraturan tentang pelarangan menjual CPO keluar Kutai Timur, yang jelas nanti ada kuotanya misal 40% dan 60% dari total produksinya,” katanya, Selasa (9/6/2015).
Adriansyah yakin kebijakan tersebut tidak akan memberatkan perusahaan kelapa sawit sebab dalam waktu dekat akan ada rencana pembangunan pabrik minyak goreng di Kutai Timur. Pabrik inilah, sebutnya, yang nanti akan menyerap CPO milik perusahaan perkebunan itu.
“Tentunya bukan mnyak goreng saja, kami akan tarik investor untuk bangun pabrik olahan CPO lainnya,” sebutnya.
Lebih jauh, Adriansyah mengemukakan dibentuknya beleid tata niaga CPO tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Gubernur (Pergub) No.17 tahun 2015. Salah satu poin yang ada dalam pergub trsebut adalah peningkatan ekonomi lokal melalui domestik obligasi.
Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak menegaskan bahwa pergub tersebut dibuat hilirisasi di sektor perkebunan khususnya perkebunan kelapa sawit di Kaltim dapat berjalan. Sebab, sebutnya, selama ini hilirisisasi tidak terjadi karena perusahaan perkebunan lebih suka menjual CPO ke daerah lain.
“Kedepan CPO yang diproduksi di Kaltim harus diolah disini, jadi tidak boleh lagi menjual dalam bentuk CPO,” sebutnya.
Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengingatkan pemerintah daerah agar tidak gegabah dalam menerapkan kebijakan hilirisasi di sektor perkebunan kelapa sawit, terutama mengenai tata niaga CPO.
Menurutnya, perkebunan kelapa sawit merupakan sektor strategis yang dapat menorong Kaltim lepas dari ekonomi tambang. Sehingga, kebijakan yang tidak tepat justru akan merugikan ekonomi Kaltim.
“Sebenarnya tidak perlu aturan macam-macam, bangu refinery [pabrik pengolahan], dengan sendirinya hilirisasi akan jalan,” tegasnya.
Lebih jauh, Azmal menegaskan potensi kebun sawit di Kaltim cukup menjanjikan. Berdasarkan data yang dia miliki, izin kebun sawit yang sudah dikeluarkan pemda saat ini sudah mencapai 3,8 juta. Dari jumlah tersebut, baru 1,2 juta hektare yang sudah beroperasi.
“Kalau bicara bahan baku, jelas sangat melimpah. Tetapi tentu ada faktor lain yang jadi pertimbangan investor, seperti kepastian usaha dan upah tenaga kerja,” sebutnya.
Upah tenaga kerja, menurutnya, merupakan salah satu faktor krusial yang menjadi pertimbangan pelaku usaha ketika akan membangun pabrik di suatu wilayah. Selain itu, kepastian usaha atau kebijakan yang tidak berubah-ubah juga tetap menjadi perhatian pengusaha.