Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan memberikan opini wajar dengan pengecualian atau WDP terhadap laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2014, karena belum efektif menyelesaikan persoalan suspen dan selisih catatan dengan fisik saldo anggaran lebih (SAL).
Harry Azhar Azis, Ketua BPK, mengatakan masih ada empat pemasalahan dalam LKPP 2014 yang menyebabkan BPK memberikan opini WDP. Pertama, pencatatan mutasi aset kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) senilai Rp2,78 yang tidak dapat dijelaskan.
Persoalan kedua adalah utang tiga kementerian/lembaga kepada pihak ketiga yang tidak dapat ditelusuri, dan tidak didukung dengan dokumen memadai senilai Rp1,21 triliun.
“Catatan ketiga, permasalahan pada transaksi dan/atau saldo yang membentuk SAL senilai Rp5,14 triliun, sehingga penyajian catatan dan fisik SAL itu tidak akurat. Keempat, pemerintah belum memiliki mekanisme pengelolaan dan pelaporan tuntutan hukum,” katanya di Istana Bogor, Jumat (5/6).
Harry menuturkan pemerintah harus mengambil langkah penyelesaian terhadap temuan BPK tersebut, agar tidak menjadi temuan berulang. Apalagi, akuntabilitas dan transparansi laporan keuangan kementerian/lembaga pada 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Pada 2013, kementerian yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian atau WTP mencapai 65 kementerian/lembaga, menurun jadi 62 kementerian/lembaga pada 2014. Adapun kementerian/lembaga yang memperoleh WDP pada 2014 sebanyak 17 kementerian/lembaga, dan 7 kementerian/lembaga lainnya BPk tidak memberikan pendapat.
Pemerintah sendiri sebenarnya sudah menindaklanjuti 54 dari total 172 rekomendasi BPK terhadap hasil pemeriksaan LKPP 2007-2013. Pemerintah juga telah menyelesaikan penggunaan sistem perbendaharaan dan anggaran negara melalui tahapan pilloting dan rollout pada 2015.