Bisnis.com,JAKARTA--Pengembang kawasan industri menilai Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 5/ 2015 tentang Izin Lokasi mengandung unsur multi tafsir dan menimbulkan beban birokrasi.
Sanny Iskandar, Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri Seluruh Indonesia (HKI), mengatakan pasal 4 ayat (4) huruf b tidak menjelaskan berapa nilai pasti badan usaha yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangkago public.
Pasal 4 menjelaskan bahwa peraturan ini tidak berlaku untuk perusahaan publik yang mayoritas saham milik masyarakat, tetapi berapa besarannya, apakah 51%, 70%, atau 80%. Jangan sampai menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksanaan di lapangan, ujarnya kepadaBisnis,Rabu (3/6).
Selain itu, lanjutnya, pasal 5 yang menjelaskan bagi kawasan industri yang membutuhkan lahan di atas ketentuan dapat dilakukan setelah Badan Pertanahan Nasional wilayah mendapat persetujuan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala BPN menimbulkan beban birokrasi.
Timbulnya beban birokrasi ini, menurutnya tidak sesuai dengan semangat pemerintah Presiden Joko Widodo yang berupaya menghapus sistem birokrasi yang membebani pembangunan. Karena dengan peraturan tersebut, pengembang harus meminta izin dari BPN Kabupaten/Kota kemudian ke BPN Provinsi hingga Menteri.
Jika demikian skema yang dimaksud, maka, pengusaha meminta komitmen Kementerian ATR/ BPN memberi dukungan kemudahan proses birokrasi. Hal ini dibutuhkan seiring dengan program pemerintah dalam mempercepat pertumbuhan industri.
Hal lain yang perlu diperhatikan, tuturnya, batas maksimal izin lokasi 400 ha untuk satu perusahaan dalam satu provinsi tidak memberi penjelasan apakah perusahaan yang dahulu telah memiliki izin lokasi dan lahannya telah habis dikembangkan dapat meminta izin baru untuk pengembangan.
Tidak disebutkan apakah izin lokasi maksimal 400 ha hanya berlaku untuk satu kali pengajuan izin atau untuk selamanya. Pasalnya, ketika lahan industri yang dikembangkan telah habis terjual, maka status kepemilikan lahan sudah berpindah tangan dari pengembang ke investor.
Seharusnya dapat diberikan izin baru, dengan cara BPN menghitung sisa lahan lama milik pengembang, jika terbukti telah habis maka izin penambahan lahan dapat diberikan. Di satu sisi regulasi ini memperbaiki peraturan terdahulu, tetapi di sisi lain menimbulkan beban baru, tuturnya.