Bisnis.com, BANDUNG--Para pengembang di Jawa Barat mengharapkan rencana pelonggaran loan to value (LTV) pada kredit pemilikan rumah (KPR) bisa mencapai 10%.
PT Bellaputera Intiland selaku pengembang perumahan Kota Baru Parahnyangan menilai kebijakan ini dipercaya akan membuat sektor properti kembali bergairah.
Manager Marketing Kota Baru Parahyangan Raymond Hadipranoto mengatakan para pelaku usaha properti sejak lama menunggu inisitatif seperti itu supaya kelesuan usaha yang terjadi selama ini bisa meningkat.
"Kami berharap LTV itu bisa 10%. Karena ini sebanding dengan kebijakan pemerintah yang memungut PPn Barang Mewah dan PPh. Sebab, pajak yang ditarik pemerintah itu nilainya besar," katanya kepada Bisnis, Kamis (21/5).
Selain itu, pihaknya pun berharap agar kepemilikan properti juga dibuka bagi orang asing. Soal yang dikhawatirkan selama ini, menurut dia hal itu tidak perlu berlebihan lantaran properti tidak bisa dibawa ke luar negeri.
Selama kuartal I/2015 penjualan rumah anjok. Dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, tingkat penjualan rumah anjlok hingga 20%. Memasuki Februari penjualan mengalami penurunan sebesar 10% dan di Maret lalu benar-benar jatuh.
"Disebut jatuh, karena penjualan rumah yang kami targetkan hanya terealisasi sebesar 30%. Jelas ini membuat pelaku usaha prihatin," ujarnya.
Menurut dia, secara makro oleh dunia internasional melihat bisnis properti di Indonesia masih menggiurkan.
Akan tetapi, para pelaku usaha properti di dalam negeri justru merasakan sedang mengalami penurunan tajam. Banyak faktor yang menyebabkan bisnis properti di awal tahun ini lesu.
Menguatnya dolar Amerika Serikat terhadap rupiah yang menembus lebih dari Rp13.000 per dollar jelas telah memukul kelangsungan dunia usaha di dalam negeri termasuk para pengembang perumahan menengah ke atas.
Meski begitu, patut disyukuri pula, penjualan rumah dengan harga dibawah Rp2 miliar masih ada peminatnya.
"Selain itu, pemerintah yang menargetkan adanya peningkatan signifikan di sektor pajak membuat sensor mereka menjadi lebih tajam sehingga para pelaku usaha pun cukup kebingungan menghadapinya," ujarnya.
Ketua Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Jabar Irfan Firmansyah mengatakan pelonggaran LTV dapat menjadi salah satu keringanan bagi industri properti di mana saat ini tengah berada dalam kondisi yang cukup sulit.
"Bagaimana pun salah satu penyebab sulitnya industri properti saat ini beratnya uang muka bagi konsumen," katanya.
Dengan pelonggaran LTV, tenor lebih lama dan bunga yang diharapkan lebih kecil sehingga hal tersebut mampu mendorong penjualan rumah.
"karakteristik mayoritas konsumen di Indonesia mampu membeli properti dengan skema kredit," ujarnya.
Irfan menyarankan pelonggaran LTV mencapai angka 10% sehingga kembali menggairahkan pasar properti yang saat ini cenderung melesu.
“Uang muka 10% sesuai karena nantinya akan memberikan rasa memiliki kepada konsumennya,” ujarnya.
Asosiasi Pengembang Perumahan Rakyat Seluruh Indonesia (AP2ERSI) menyatakan kondisi rupiah yang lemah mempengaruhi daya beli masyarakat untuk membeli properti.
Ketua AP2ERSI Fery Sandiyana mengatakan daya beli masyarakat saat ini sedikit lebih mengesampingkan kebutuhan properti karena masih lebih mementingkan kebutuhan sehari-hari yang juga beberapa ikut merangkak naik.
Dengan uang muka yang tinggi, lanjutnya, masyarakat belum mau membeli properti.
"Diharapkan berbagai kebijakan yang diperuntukan bagi sektor properti mampu kembali menggairahkan pasar," ujarnya.