Bisnis.com, JAKARTA--Pengusaha meminta pemerintah menyusun peta jalan pembangunan industri karet alam nasional untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri menjadi 40% dalam lima tahun ke depan dari saat ini hanya 18%.
Azis Pane, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ban Indonesia, mengatakan minimnya serapan karet alam domestik akibat belum tumbuhnya industri intermediate atau perantara yang menghubungkan industri hulu dengan hilir.
Lambatnya pertumbuhan industri intermediate ini terdapat dua faktor, pertama infrastruktur dari pabrik pengolahan karet yang buruk dan dikenakannya PPN 10% untuk barang hulu yang menekan ongkos pengolahan, katanya di Jakarta, Senin (11/5).
Dia mengatakan, infrastruktur yang rusak mengakibatkan pengusaha kesulitan membuat lateks atau getah kental berkualitas akibat goncangan yang timbul saat pengiriman barang. Sementara pendirian industri perantara kurang diminati pengusaha, seiring dengan lamanya masa pengembalian modal.
Oleh karena itu, untuk menunjang pertumbuhan industri perantara karet alam nasional, perlu campur tangan pemerintah, salah satunya dengan mendirikan Badan Usaha Milik Negara di sektor ini. Pasalnya, industri perantara memiliki peranan penting dalam pertumbuhan industri karet.
Dia mengisahkan, pada tahun 1995 besaran impor industri nasional atas produk intermediate seperticarbon black,synthetic rubber,minarexdan sejenisnya hanya 18%, sementara saat ini telah melonjak hingga 62%.
Ketika itu, serapan industri ban terhadap produksi karet nasional mencapai 80%, sementara saat ini hanya 55%. Saat ini, tuturnya, pemerintah tidak memiliki desain lengkap terkait pengembangan industri karet alam.
Cara termudah untuk mengembangkan industri karet alam nasional salah satunya dengan membangun wilayah industri terkonsentrasi sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan.
Misalnya, pengembangan industri sarung tangan karet berada di Medan, sementara industri karet lanjutan terletak di Palembang, seiring dengan ketersediaan karet alam yang mencapai satu juta ton per tahun.
Dengan terkonsentrasi maka ongkos yang dikeluarkan menjadi lebih murah karena dekat dengan segala bahan baku. Di Palembang misalnya selain tersedia karet alam dengan jumlah besar juga memiliki pasokan gas bumi untuk produksi, katanya.
Saleh Husin, Menteri Perindustrian, mengatakan tingkat konsumsi karet alam domestic jauh tertinggal dari Thailand dan Malaysia yang mencapai 40%. Hal ini akibat belum terciptanya hilirisasi dalam industri karet nasional.
Menurutnya, penggunaan karet alam nasional 55% berasal dari industri ban, kemudian 17% oleh industri sarung tangan karet, benang karet, dan kondom, kemudian industri alas kaki menyerap 11% atas konsumsi nasional, dan barang-barang karet sebanyak 9%.