Bisnis.com, JAKARTA—Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendesak induk usaha PT Berau Coal untuk melakukan divestasi saham agar statusnya berubah dari penanaman modal asing (PMA) menjadi penanaman modal dalam negeri (PMDN).
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Tjahjono mengatakan hal tersebut wajib dipenuhi jika perusahaan tersebut tidak ingin terkena sanksi.
Adapun sanksinya hingga pengehentian operasioanal atau default. Sanksi tersebut bisa berlangsung hingga satu tahun tergantung dari kepatuhan induk usaha Berau Coal untuk melakukan divestasi.
"Default-nya tergantung. Bisa satu tahun, misalnya. Pokoknya asal mereka langsung memperbaiki (divestasi) baru bisa dicabut," ujarnya di kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Rabu (6/5/2015).
Adapun berdasarkan pasal 26 Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Berau Coal, wajib ada pengalihan kepemilikan saham asing kepada pemerintah, warga negara Indonesia, atau perusahaan-perusahaan lokal.
Kewajiban pengalihan saham kepada pihak peserta Indonesia ini dilakukan secara bertahap mulai sejak akhir tahun ke-5 sebesar 15% sampai dengan akhir tahun ke-10 sebesar 51%.
"Artinya harus ada divestasi lagi wong produksi mereka sudah sepuluh tahun," katanya.
Dalam struktur kepemilikan perusahaan, sebanyak 51% saham Berau Coal memang dimiliki oleh PT Armadian Tritunggal asal Indonesia. Yang menjadi masalah, status induk usaha Berau Coal tersebut bukan sebagai penanaman modal dalam negeri (PMDN), melainkan PMA.
Pasalnya, sebesar 99,998% saham Armadian Tritunggal dikendalikan oleh PT Berau Coal Energy Tbk. (BRAU). Adapun sebagian besar saham BRAU, yakni sebesar 84,74% dimiliki Asia Resources Minerals Plc., sehingga menjadikannya sebagai PMA juga.
Artinya, agar Armidian Tritunggal statusnya kembali berubah menjadi PMDN guna memenuhi ketentuan dalam pasal 26 PKP2B Berau Coal tersebut, kepemilikan asing di BRAU harus dikurangi hingga di bawah 50%.