JAKARTA--Siapa tak kenal Lombok? Pulau paling timur di provinsi Nusa Tenggara Barat ini menyimpan beragam keindahan alam yang menawan. Sebut saja tiga pulau Gili (Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno) dan Pantai Senggigi yang terletak di bagian barat.
Wilayah Kabupaten Lombok Barat pun semakin berkembang karena keberadaan infrastruktur di Ibu Kota Provinsi Mataram, salah satunya ialah Bandara Selaparang. Namun, pada akhir September 2013, terminal pesawat yang beroperasi sejak 1995 ini resmi ditutup.
Sebagai gantinya, pemerintah pun membuka Bandara Internasional Lombok (BIL) di “jantung” pulau pada 1 Oktober 2013.
Kini, bandara dengan luas area 550 hektar ini melayani penerbangan langsung ke Singapura, Malaysia, Australia, dan yang akan datang ke Hongkong dan Rusia.
Keberadaan BIL dipercaya menggeliatkan bisnis properti yang begeser dari wilayah barat menuju area tengah dan selatan.
Kemudian, di ujung tenggara Lombok, pemerintah pusat berencana membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sebagai industri agro dan ekowisata. Presiden Joko Widodo mengatakan pada 2016 akan menggelontorkan dana Rp1,8 trilun dari APBN untuk pembangunan infrastruktur dasar.
Menangkap peluang yang ada, PT The One Partners, salah satu anak perusahaan The Voo Architect & Engineers Group asal Korea mengembangkan Royal Tulip Resort & Spa dengan investasi Rp250 miliar.
Vice President The One Partners Min Sung Kim atau bisa dipanggil Jonathan menuturkan keberadaan bandara dan KEK akan mendorong pertumbuhan bisnis properti, khususnya untuk pariwisata.
“Bila dulu pengembangan lebih banyak dilakukan di wilayah Senggigi, kini tren bergeser ke tengah agak selatan. Keberadaan bandara dan KEK akan memacu pertumbuhan area ini,” tuturnya saat pra peluncuran Royal Tulip Resort & Spa, Selasa (28/4/2015).
Berdasarkan data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB, sambung Jonathan, sejak 2010 - 2014 rata-rata peningkatan jumlah wisatawan di Lombok mencapai 20% per tahun. Pertambahan wisatawan berbanding lurus dengan tingkat hunian hotel sebanyak 50%, bahkan untuk hotel dan vila bintang lima mencapai 70% - 80%
Royal Tulip Resort & Spa dengan standar bintang 5 menggabungkan konsep hotel dan vila, sehingga bisa disebut vilatel.
Ada 61 unit yang ditawarkan dan terdiri dari tiga tipe, a.l. 1 kamar tidur dengan luas bangunan 175,72 m2 (50 unit), 2 kamar tidur dengan luas bangunan 223,65 m2 (10 unit), dan 3 kamar tidur dengan luas 582,68 m2 (1 unit). Masing-masing dibanderol US$374.850 atau Rp4,3 miliar dan US$540.0000 atau Rp6,2 miliar.
Sedangkan untuk sewa, tipe 1 kamar tidur dibanderol US$380 per malam dan tipe 2 kamar tidur sekitar US$500 per malam.
Direktur PRO/MAX Indonesia Agatha Meydina menyampaikan potensi hotel berbintang justru memiliki tingkat okupansi yang lebih tinggi. Sebut saja Novotel bintang 4 di Lombok Tengah memiliki okupansi di atas 90%.