Bisnis.com, JAKARTA - Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) keberatan terhadap RPP Izin Pesisir dan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil karena dianggap akan mengusir dan menggusur nelayan dan masyarakat pesisir setempat.
Sekretaris Jenderal Kiara Abdul Halim mengatakan beleid tersebut akan memberlakukan privatisasi melalui pemberian hak menguasai negara kepada investor asing dalam bentuk izin.
"Kami berkeberatan atas RPP yang jelas dibuat hanya untuk memberikan karpet merah bagi investasi modal untuk menguasai wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," katanya dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/4/2015).
Dia menyampaikan setidaknya ada empat alasan penolakan terhadap rancangan peraturan pemerintah tersebut.
Pertama, penyusunan RPP tersebut menyalahi dasar cikal bakal beleid tersebut yakni mengakui hak-hak nelayan tradisional, yaitu mengakses, memanfaatkan dan mengelola lingkungan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta hak untuk mendapatkan sumber daya yang bersih dan sehat.
Kedua, tidak adanya perlindungan karena tida ada pasal-pasal yang secara khusus mengatur mengenai perlindungan hak-hak nelayan tradisional skala kecil dan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil. Jikapun ternyata di kemudian hari terjadi pelanggaran hak oleh pemegang izin tidak ada sanksi yang jelas atas pelanggaran tersebut. Hak akses minim yang telah diakui Revisi UU Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pun tidak dilindungi oleh RPP tersebut.
Ketiga, melanggar UU No. 5/1960 tentang Pokok Agraria sebagai peletak prinsip dasar pengelolaan atas bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. RPP ini bertentangan terhadap prinsip penguasaan tanah yang mengakui masyarakat yang telah mengelola secara turun-temurun.
Keempat, aturan tersebut menabrak Pedoman Perlindungan Nelayan Skala Kecil FAO 2014, di mana Pemerintah Indonesia terlibat aktif dalam pembahasannya.
VGSSF telah memberikan pedoman untuk melindungi nelayan skala kecil melalui tujuh aspek, yaitu perlindungan hak penguasaan atas sumber-sumber penghidupan, pembangunan sosial, ketenagakerjaan dan pekerjaan yang layak, mata rantai perdagangan yang adil, pengembangan kapasitas, keadilan gender, perlindungan terhadap risiko bencana dan perubahan iklim, dan pengelolaan berkelanjutan.
"Negara seharusnya tidak memainkan peran seperti pengusaha yang mengedepankan profit, melainkan memfasilitasi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil untuk mendapatkan akses pemenuhan hak-hak konstitusionalnya untuk hidup adil, makmur dan sejahtera," ujar Abdul.