Bisnis.com, JAKARTA -- Upaya pencapaian target penerimaan cukai rokok yang menjadi andalan pemerintah selama ini kian berat. Alih-alih menaikkan penerimaan, kenaikan tarif cukai hasil tembakau (HT) awal tahun ini berpotensi menyulut maraknya penyelundupan.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai maraknya penyundupan rokok itu semakin membebani langkah akselerasi penerimaan karena tren perlambatan ekonomi masih terjadi tahun ini.
"Produksi legal turun dan penyelundupan rokok ilegal marak, ya ini yang harus diwaspadai," ujarnya, Senin (13/4).
Data periode Januari-10 Maret 2015 Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menunjukkan masih tingginya rokok ilegal. Dari pos cukai, rokok menyumbang 128 kasus dengan potensi kerugian negara hingga 90,63% atau sekitar Rp3,74 miliar dari total kerugian Rp4,12 miliar pos cukai.
Enny menegaskan kondisi tersebut harus segera dibarengi dengan law enforcement yang ketat untuk menghindari kebocoran yang signifikan dalam penerimaan. Apalagi, lanjutnya, buruknya penerimaan awal tahun ini menjadi sinyal kuat semakin beratnya pencapaian target dalam APBNP 2015.
Penerimaan bea dan cukai kuartal I/2015 mencapai Rp32,2 triliun atau turun sekitar 16,8% dari realisasi periode yang sama tahun lalu Rp38,7 triliun. Penyumbang penerimaan terbesar ada pada pos cukai rokok yang mencapai 71,1% atau senilai Rp22,9 triliun. Namun, realisasi itu justru menunjukkan adanya penurunan sekitar 13,3% dari capaian tahun lalu Rp26,4 triliun.
Dalam dokumen yang beredar di kalangan wartawan dari internal Kemenkeu, pada outlook optimistis, pencapaian penerimaan bea dan cukai hanya mentok pada level 95,04% dari target tahun ini. Sementara, pada outlook realistis, penerimaan diproyeksikan hanya mencapai 92,05% atau mencatatkan shortfall selisih antara realisasi dan target senilai Rp15,5 triliun.
Penerimaan terburuk bakal berada di pos BK karena tren harga CPO dan turunnya masih sangat rendah. Pos cukai rokok pun secara realistis diproyeksikan tidak tercapai. Namun, seperti diberitakan sebelumnya, akan ada kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang diterapkan untuk 2016.
Kebijakan itu akan diterbitkan pada Agustus 2015. Langkah ini dimaksudkan untuk mendorong pemesanan pita cukai tahun ini sebagai respons atas kebijakan layaknya yang sudah terjadi tahun lalu. Berdasarkan historisnya, terjadi kenaikan pemesanan pita cukai hingga 25,9% di atas rata-rata setiap bulan pasca dikeluarkannya kebijakan kenaikan tarif cukai. (Bisnis, 2/3)
Dihubungi terpisah, Kasubdit Humas dan Penyuluhan DJBC Haryo Limanseto membantah maraknya rokok ilegal karena adanya kenaikan tarif awal tahun ini. Tanpa menyebut penyebab masih tingginya kasus rokok ilegal, pihaknya justru mengatakan penyelundupan hasil tembakau masih tinggi tiap tahunnya.
"Enggak ada [pengaruh dari tarif]. Hampir setiap tahun memang tinggi," katanya.
Dia hanya mengatakan tingginya angka rokok ilegal tersebut karena DJBC selalu gencar melakukan penegahan di daerah produksi, distribusi, dan pemasaran di seluruh Indonesia. Untuk mencapai target penerimaan cukai tahun ini, sambungnya, akan ada operasi pasar di seluruh Indonesia dalam waktu dekat.
Direktur Penerimaan, Peraturan Kepabeanan dan Cukai (PPKC) Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Heru Pambudi mengungkapkan penerimaan kuartal I tahun ini belum bisa menunjukkan performa hingga kahir tahun karena masih ada imbas kenaikan tarif cukai rokok tahun ini sehingga pengusaha memborong pita cukai tahun ini.
Dia pun tidak menampik adanya perlambatan produksi. Mantan Direktur Fasilitas DJBC ini menuturkan ada dua pabrik di Jember dan Lumajang yang ditutup. Namun, pihaknya masih tetap optimistis target tahun ini tercapai salah satunya dengan pengawasan pada barang kena cukai (BKC) ilegal terutama rokok.