Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Shortfall Pajak Mengintai, Pemerintah Harus Pangkas Belanja

Realisasi penerimaan negara terancam shorfall sedikitnya Rp170 triliun pada akhir tahun dan mengundang risiko pelebaran defisit anggaran jika pemerintah tak memangkas belanja.
Ilustrasi/Bisnis
Ilustrasi/Bisnis
Bisnis.com, JAKARTA - Realisasi penerimaan negara terancam shorfall sedikitnya Rp170 triliun pada akhir tahun dan mengundang risiko pelebaran defisit anggaran jika pemerintah tak memangkas belanja. 
 
Tim Riset DBS Bank yang berbasis di Singapura menghitung kekurangan setara 1,5% produk domestik bruto itu dengan asumsi penerimaan meningkat 20% dari realisasi tahun lalu, sebagaimana terjadi dalam kurun 2005-2007 saat efisiensi koleksi pajak diletakkan pada masa awal pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
 
Pada tahun lalu, penerimaan perpajakan hanya terealisasi Rp1.143 triliun atau kurang Rp102,8 triliun dari target. 
 
Namun, jika memakai asumsi pertumbuhan 8% seperti terjadi pada 2013-2014, shortfall penerimaan akan meningkat menjadi Rp280 triliun. "Pemerintah mempunyai pilihan terbatas selain memangkas target belanja 2015," kata tim riset yang dipimpin Gundy Cahyadi dalam laporannya, pekan lalu.
 
Jika pemerintah mempertahankan rencana belanja, lanjutnya, defisit fiskal akan melompat menjadi 3,5%-4,4% terhadap PDB dari rencana 1,9%. 
 
Namun, mengingat defisit tidak boleh melampaui 3% PDB, pemerintah mungkin akan mempertahankan agar tak melebihi 2,5%, yang artinya butuh penerimaan Rp60 triliun untuk menambal defisit. 
 
Itu pun pemerintah masih harus memotong belanja Rp110 triliun-Rp220 triliun untuk menjaga defisit agar tidak melampaui 2,5%. 
 
Dengan menilik tipisnya peluang memangkas belanja subsidi lebih lanjut, maka pemotongan mungkin akan dilakukan pada belanja pegawai, barang, atau modal. "Peningkatan belanja modal adalah yang paling tinggi dalam anggaran kali ini, sehingga itulah belanja yang paling berisiko (untuk dipotong)," ujar tim itu.
 
Memangkas investasi dengan demikian akan menyeret lebih lanjut pada prospek pertumbuhan ekonomi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. 
 
Tim tersebut melihat pemerintah terlalu yakin akan target pajak tahun ini. Pajak penghasilan (PPh) nonmigas misalnya ditargetkan naik 37% dari realisasi 2014, sedangkan pajak pertambahan nilai (PPN) 42%.
 
Padahal, total penerimaan negara hanya tumbuh 8% selama 2013-2014, sekitar separuh dari rata-rata 15,6% sepanjang 2008-2012. Pertumbuhan 30% terakhir kali dicapai pada 2008. Namun, saat itu harga komoditas sedang melejit, misalnya harga  minyak sawit mentah (CPO), yang menyumbang 15% terhadap ekspor nonmigas, 25% lebih tinggi ketimbang saat ini. 
 
Sebelum DBS, Bank Dunia (World Bank) telah melayangkan peringatan serupa.  Lembaga keuangan multilateral itu mengingatkan pemerintah agar mengerem rencana belanja, terutama karena target penerimaan tahun ini mustahil tercapai menyusul melesetnya asumsi makroekonomi, kontraksi pertumbuhan, dan perlemahan harga minyak.
 
Bank Dunia memproyeksi shortfall mencapai Rp282 triliun atau setara 2,4% PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper