Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

BI dan Pemkab Banyumas Garap Budidaya Ikan Sidat

Bank Indonesia bekerjasama Pemerintah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah menggagas adanya usaha desa mandiri dengan membentuk kolam percontohan budidaya ikan sidat di Desa Beji, Kedung Banteng, Banyumas.
Bank Indonesia bekerjasama Pemerintah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah menggagas adanya usaha desa mandiri dengan membentuk kolam percontohan budidaya ikan sidat di Desa Beji, Kedung Banteng, Banyumas./JIBI
Bank Indonesia bekerjasama Pemerintah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah menggagas adanya usaha desa mandiri dengan membentuk kolam percontohan budidaya ikan sidat di Desa Beji, Kedung Banteng, Banyumas./JIBI
Bisnis.com, SEMARANG — Bank Indonesia bekerjasama Pemerintah Kabupaten Banyumas Jawa Tengah menggagas adanya usaha desa mandiri dengan membentuk kolam percontohan budidaya ikan sidat di Desa Beji, Kedung Banteng, Banyumas.

Gagasan membentuk kolam budidaya ikan sidat berdasarkan informasi dalam beberapa tahun terakhir produksi ikan itu di beberapa negara produsen—seperti Jepang dan Eropa— terus merosot. Penurunan ini disebabkan antara lain karena konsumsi berlebih, sementara benih yang dikembangkan masih mengandalkan hasil tangkapan alam yang sangat terpengaruh oleh perubahan iklim global.

Kepala Perwakilan BI Purwokerto Rakhmat Hernowo mengatakan hingga saat ini teknologi budidaya belum berhasil memijahkan ikan sidat di kolam-kolam budidaya. Hal tersebut membuat dunia mulai mengalihkan buruannya ke sidat asal daerah tropis, salah satunya adalah Indonesia.

Dengan kondisi tersebut, BI bekerjasama dengan Pemkab Banyumas membentuk kolam percontohan untuk budidaya ikan sidat di wilayahnya.


“Mungkin terasa sedikit aneh di tengah kelimpahan air Desa Beji yang sudah terkenal sebagai sentra ikan gurami. Namun kami melihat ada peluang besar yang harus dikembangkan, yakni budidaya ikan sidat,” paparnya kepada Bisnis, Senin (30/3).

Rakhmat menerangkan ikan sidat adalah binatang air tawar yang sangat populer di mancanegara seperti Korea, Taiwan, Jepang dan beberapa negara Eropa seperti Spanyol dan Perancis. Di Jepang, menu sidat dikenal dengan nama Unagi Kabayaki (sidat panggang), sementara di Eropa dan Amerika Utara disajikan dalam bentuk Smoked Eel dan Eel Larvae dinikmati sebagai appetizers di Spanyol.

Nilai gizinya yang baik yaitu dengan perbandingan protein dan lemak 65% dan 28% menjadikan daging sidat sangat bermanfaat bagi kesehatan.

“Di Korea, sidat dianggap sebagai ginseng air yang meningkatkan stamina dan vitalitas,” ujarnya.

Kendati produksi sidat di negera produsen merosot, Rakhmat optimistis spesies ini akan berkembang di perairan Indonesia. Dia menerangkan negeri memiliki potensi dan keragaman jenis ikan sidat yang tinggi. Dari 18 spesies sidat di dunia, 12 spesies diantaranya terdapat di daerah perairan Indonesia seperti pantai barat Sumatera, selatan Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua.

Data yang dihimpun BI mencatat Jepang membutuhkan ikan sidat sebanyak 100.000 ton per tahun. Sementara produksi spesies itu di negaranya hanya sekitar 20.000 ton/tahun.
Dari kebutuhan 100.000 ton per tahun, 60.000 ton ikan sidat diimpor dari Tiongkok.
“Mereka berharap bisa secepatnya mengimpor ikan sidat dari Indonesia. Banyak pengusaha Jepang mencari-cari mitra yang bisa menjadi produsen sidat,” ujar Rakhmat. 

Salah satu yang menjadi incaran beberapa negara adalah mitra dengan Indonesia. Dia mengutarakan permintaan ekspor sidat dari sejumlah negara ke Indonesia cukup banyak, namun sayangnya pembudidaya dan pengusaha Indonesia belum bisa memanfaatkan peluang ini.

Melihat tingginya minat negara lain terhadap sidat indonesia dan dalam rangka melindungi keberlangsungan spesises tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor PER.19/MEN/2012, mengeluarkan larangan bagi siapapun membawa sidat yang berukuran kurang dari atau sama dengan 150 gram per ekor, keluar dari wilayah negara Republik Indonesia.

Tujuannya, melindungi sumber daya benih sidat nasional agar tidak terkuras, serta mendorong budidaya pembesaran dikembangkan di dalam negeri, sehingga menggerakkan perekonomian masyarakat.

Sebagai gambaran, harga per kg sidat konsumsi saat ini berada di atas Rp100.000. Jika Indonesia mampu membesarkan 1.000 ekor sidat hingga mencapai berat perekor 250/gram, maka akan diperoleh sidat sebanyak 250 kg dengan nilai Rp25 juta.

“Dan Ini tentunya bukan nilai sedikit. Dilihat dari nilai ekonomi budidaya sidat juga sangat menggiurkan,” ujarnya.

Bupati Banyumas Achmad Husein mendorong segala upaya yang dapat mendorong kemajuan ekonomi daerahnya dengan tujuan untuk kesejahteraan warga setempat.
“Potensi lokal yang bisa dikembangkan, tentu kami sangat mendorong,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Muhammad Khamdi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper