Bisnis.com, JAKARTA - Pelaku usaha penyalur bahan bakar minyak (bungker) memprotes pengenaan tarif pengawasan bongkar muat terhadap pengangkutan barang berbahaya sebesar Rp25 ribu per kilogram melalui angkutan laut, karena dinilai terlalu mahal.
Sekjen Asosiasi Penyalur Bahan Bakar Minyak Indonesia (APBBMI), Sofyano Zakaria mengatakan, dalam Peraturan Pemerintah No 11/2015 tanggal Tgl 24 Februari 2015 tentang jenis dan tarif atas jenis pendapatan negara bukan pajak (PNBP) yang berlaku pada Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menetapkan bahwa pengawasan bongkar muat barang berbahaya dikenakan tarif sebesar Rp.25.000/kg
PP tersebut sekaligus menegaskan, bahwa BBM masuk dalam kategori jenis barang berbahaya, dan dalam hal ini, APBBMI sudah mempertanyakan persoalan tingginya biaya pengawasan barang berbahaya ini melalui surat APBBMI kepada Menhub Ignasius Jonan.
“Jika PP ini diberlakukan terhadap BBM maka harga BBM didalam negeri akan menjadi yang termahal didunia, dan ini merupakan masalah serius terhadap angkutan BBM melalui laut maupun sungai di negeri kita,” ujarnya melalui siaran pers APBBMI, hari ini, Senin (30/3).
Sofyano mengatakan, Kemarin (Minggu,29 Maret) terdapat kegiatan pengangkutan BBM jenis Solar melalui pelabuhan Tanjung Priok dengan muatan mencapai 350 kilo liter (KL) dan diwajibkan membayar tarif pengawasan sebesar hingga mencapai Rp.8 milliar. ”Ini kok (tarif pengawasan bongkar muat) justru lebih mahal dari harga BBM nya,” tuturnya.
Dia berharap Kemenhub mesti memerhatikan persoalan ini, dan segera merevisi aturan tersebut. Namun, sayangnya, kata dia, Kemenhub justru terkesan tidak punya keberanian mengajukan revisi PP tersebut karena revisi PP akan makan waktu yang cukup lama dan ini juga akan mengundang pertanyaan dari Presiden Joko Widodo.
Sofyano mengatakan, BBM/Gas/LPG dinyatakan sebagai barang berbahaya mengacu kepada International Maritime Dangerous Goods (IMDG Code ) serta ketentuan International Maritime Organization yang sudah direkomendasikan PBB untuk dilaksanakan pada kegiatan pelayaran. BBM/Gas/LPG juga dinyatakan sebagai barang berbahaya dalam Pasal 44 (Pengangkutan barang khusus), Pasal 45 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 3 dari UU nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Sofyano justru mengingatkan, jika BBM/LPG ditetapkan sebagai bukan barang berbahaya terkait dengan bongkar muat dan pengangkutan dengan kapal laut dengan tidak mengacu kepada peraturan internasional (IMO), maka pemilik barang jenis BBM/LPG termasuk pihak pengangkutnya (pelayaran) bisa menemui masalah dan berhadapan dengan aparat penegak hukum di laut.
“Namun, jika Menhub Jonan akan membuat peraturan bahwa BBM/LPG bukan sebagai barang berbahaya, saya tidak mengerti beliau itu gunakan dasar hukum yang mana. Kami akan tunggu peraturan yang akan di keluarkan oleh Kemenhub terkait masalah ini,”tuturnya.(