Bisnis.com, JAKARTA -- Otoritas pajak mengklaim penerapan kebijakan serupa sunset policy pada 2008 silam yang diterapkan tahun ini akan memberikan tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) absolut dan bertahan lama.
Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito menegaskan anjloknya kepatuhan semu WP yang tercermin dari stagnannya penerimaan pajak 2009 - setelah pada 2009 tumbuh hampir 30% imbas dari sunset policy tidak akan terjadi pada masa kepemimpinannya.
"Itulah mengapa kami menggunakan sarana IT yang lebih canggih. Semua ter-record. Kalau dulu kan enggak. Kita dulu butuh voluntary. WP membetulkan [SPT], kita anggap benar, kita enggak tahu setelah itu masih ada lagi [pajak kurang bayar] karena voluntary sifatnya," ujarnya.
Seperti diketahui, adanya sunset policy pada 2008 membuat performa penerimaan pajak (minus PPh migas) tahun itu Rp494 triliun atau melebih target APBNP Rp481 triliun. Performa ini sekaligus menunjukkan pembalikan dari tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp381 triliun atau shortfall sekitar Rp14 triliun karena target APBNP 2007 senilai Rp395 triliun.
Sayangnya, setelah adanya kebijakan pengampunan pajak itu, performa tahun selanjutnya kembali buruk. Penerimaan pajak pada 2009 hanya mencapai Rp494 triliun. Selain tidak mencatatkan pertumbuhan sama sekali dari tahun sebelumnya, capaian itu sekaligus melebarkan shortfall saat itu yang mencapai Rp34 triliun.
Sigit menegaskan saat ini penerapan mandatory kebijakan dengan adanya pencocokan data akan membuat kepatuhan WP meningkat dan bertahan lama.
Tahun ini Ditjen Pajak (DJP) merilis dua kebijakan serupa sunset policy pada 2008. Pertama, penghilangan sanksi administrasi bunga utang pajak 2% per bulan untuk WP yang melunasi utang pajak sebelum 1 Januari 2016.
Kebijakan itu termaktub dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 29/PMK.03/2015 terkait penghapusan sanksi administrasi bunga yang terbit berdasarkan pasal 19 Ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), yang diteken Menkeu 13 Februari lalu.
Kedua, penghapusan sanksi administrasi bagi WP yang mengoreksi SPT tahun ini dan melunasi pajak kurang bayarnya sebelum awal tahun depan. Sigit menegaskan sebelum 1 April, payung hukum kebijakan tersebut sudah keluar.
"Momennya tentu setelah SPT masuk, 31 [maret] baru kita jalan. Karena begitu SPT masuk kita baru punya data kan. Kan mulai dari 2010 sampai 2014, lima tahun. Lima tahun kita berikan kebebasan bagi mereka," ujarnya.
Kebijakan ini, sambungnya, bukan hanya untuk PPh tapi juga PPN.
Dengan adanya kebijakan ini, Sigit menegaskan pertumbuhan penerimaan pajak dapat tumbuh hingga 32% - lebih tinggi dari pertumbuhan pada 2008 -. Hasil hitungan Bisnis, dengan realisasi tahun lalu yang mencapai Rp894,5 triliun, pertumbuhan 32% baru mencatatkan penerimaan pajak Rp1.180,74 triliun masih kurang dari target tahun ini Rp1.244,7 triliun.
Tidak ada keterangan lebih lanjut terkait pernyataan ini. Namun, pihaknya tetap yakin target penerimaan pajak tahun ini bisa tercapai. Sigit pun tidak menggubris pernyataan World Bank terkait mustahilnya pencapaian target penerimaan pajak tahun ini.
Menurutnya, dasar estimasi World Bank tidak menyeluruh karena hanya berdasar pada perlambatan ekonomi yang pada gilirannya membuat penerimaan pajak dilihat akan mencatatkan pelebaran shortfall tahun ini.
"World Bank hanya menghitung dari pertumbuhan ekonomi. Kesepakatan di Jogja kemarin kita enggak mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi," tegasnya.
Dia mengklaim langkah pengamanan penerimaan pajak tahun ini akan dapat tercapai karena instansinya akan melakukan beberapa langkah yang mendorong kepatuhan pajak. Pemerintah, sambungnya, akan mencari penerimaan dari semua WP yang selama lima tahun terakhir ini belum patuh dalam pembayaran pajak.