Bisnis.com, JAKARTA – Kendati sudah menerapkan kenaikan tarif cukai senilai 8,72% mulai 1 Januari ini, pemerintah juga akan segera menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) rokok tahun ini hingga maksimal 10%.
Direktur Peraturan Perpajakan I Irawan mengatakan ruang kenaikan tarif PPN normal 10% sangat dimungkinkan saat ini, seiring dengan penggenjotan penerimaan pajak dan masih rendahnya harga rokok Indonesia dibandingkan negara Asean lainnya.
“Tarif 8,4% ini kan sudah lama. Kita maunya full 10% tapi belum final. Pastinya kita perlu pertimbangkan sisi industrinya, terutama perusahaan rokok kecil. Kalau perusahaan rokok besar tidak ada masalah seharusnya,” ujarnya Minggu (8/3/2015).
Dia mengungkapkan saat ini pemerintah sedang mematangkan payung hukum dan besaran kenaikan tarif tersebut berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Aturan tersebut, sambungnya, diharapkan selesai pada bulan ini sehingga pada April sudah bisa disosialisasikan.
Menilik Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan, Dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau, penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh pengusaha pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau, dikenakan PPN.
PPN yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau dihitung dengan menerapkan tarif efektif sebesar 8,4% per dikalikan harga jual eceran (HJE). Adapun, HJE yakni harga penyerahan kepada konsumen akhir yang di dalamnya sudah termasuk Cukai dan PPN.
Kepala Subdirektorat Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan PTLL Oktria Hendrarji mengatakan pemerintah akan terus mempertimbangkan besaran kenaikan tarif yang sesuai.
“Industri yang kecil akan kita tunggu apakah terpukul benar. Ketemunya di antara 9% atau 9,5%. Maunya sih normal. Keputusannya ada di BKF [Badan Kebijakan Fiskal],” katanya.
Dengan asumsi kenaikan tarif antara 8,4%-10%, sambungnya, akan ada tambahan penerimaan pajak sekitar Rp3 triliun.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengungkapkan seharusnya tarif PPN rokok dikenakan secara normal 10%. Kondisi ini relevan untuk memaksa supplier tembakau ke pengusaha rokok terbuka dan menjadi berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP).