Bisnis.com, JAKARTA – Sejalan dengan upaya pendorongan investasi di sektor industri padat karya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) bersama Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Perindustrian, dan perwakilan pelaku usaha membentuk tim perumus yang menyusun kerangka pengupahan.
Kepala BKPM Franky Sibarani menyatakan langkah ini diambil untuk memfasilitasi keluhan hampir sebagian besar investor sektor industri padat karya terkait periodesasi penetapan maupun besaran upah minimum.
“Sekali lagi, itu usulan dari kalangan dunia usaha, pelaku industri padat karya. Tim perumus akan menyusun usulan kerangka pengupahan untuk industri padat karya,” katanya dalam siaran pers, seperti dikutip Bisnis.com, Sabtu (28/2/2015)
Menurutnya, kepastian penetapan upah minimum diperlukan para pengusaha untu membuat perencanaan bisnis. Pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengajukan usulan formula penetapan upah minimum setiap lima tahun.
Franky mengungkapkan pengembangan industri padat karya semakin urgent untuk mengatasi tingkat pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. “Kita masih menghadapi persoalan pengangguran yang cukup tinggi. Oleh karena itu untuk mendukung target menciptakan 2 juta lapangan kerja per tahun, investasi sektor padat karya harus didorong,” ujarnya.
Konsekuensi dari upaya pengejaran target tersebut, sambungnya, pemerintah harus mampu menciptakan penyerapan tenaga kerja lebih dari 350.000 orang per 1% pertumbuhan ekonomi dengan asumsi tahun ini 5,7%. Target tersebut meloncat cukup tinggi dari capaian tahun lalu yang hanya mampu menyerap sekitar 160.000 orang per 1% pertumbuhan ekonomi nasional.
Urgensi pengembangan industri padat karya, lanjut dia, juga muncul seiring wacana penghentian pengiriman tenaga kerja Indonesia ke luar negeri. Pemerintah harus menjamin terlebih dahulu ketersediaan lapangan kerja.
Dihubungi terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menegaskan formulasi penghitungan upah yang ada saat ini sebenarnya tidak terlalu bermasalah. Namun, yang sering menjadi hambatan pengusaha selama ini terkait periodesiasi dan regulasi di tiap daerah.
“Sebenarnya tim apapun kalau itu tidak tersentuh tidak akan berhasil. Seharusnya pemerintah pusat harus menegaskan pada pemda untuk tidak seenaknya merubah upah, jika perlu ada reward and punishment,” katanya.
Kondisi ini dikarenakan secara regulasi penetapan upah memang ada di ranah kepala daerah. Sayangnya, kewenangan tersebut sering disalahgunakan karena alasan tidak mau berpikir panjang, tidak mau ambil risiko, bahkan ingin menarik dukungan politik.
Dalam jangka panjang, jika pemerintah serius ingin meningkatkan investasi di sektor industri padat karya, harus ada perombakan regulasi UU No. 13/2003 dengan memberikan kewenangan penetapan upah pada pemerintah pusat.
Selain menghindari kebijakan-kebijakan populis dan syarat tujuan politik, langkah itu dinilai mampu memperbaiki iklim investasi. []