Bisnis.com, JAKARTA - PT Pertamina (Persero) meminta pemerintah memperhatikan fluktuasi harga minyak dunia dalam menentukan harga bahan bakar minyak jenis Premium dan Solar di dalam negeri.
Dwi Soetjipto, Direktur Utama Pertamina, mengatakan masih banyak tantangan dalam menentukan harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri. Salah satunya adalah harga minyak dunia yang sempat naik setelah terus anjlok.
"Harga minyak dunia kemarin kami lihat ada rebound. Nanti hal itu akan menjadi perhatian pemerintah," katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (5/2/2015).
Seperti diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebelumnya mengatakan harga jual BBM jenis Solar seharusnya Rp6.200 per liter, atau lebih rendah Rp200 per liter dari harga yang berlaku saat ini.
Bahkan, menurutnya, pemerintah dapat menetapkan harga BBM bersubsidi itu senilai Rp6.000 per liter, dengan konsekuensi kerugian bagi Pertamina.
Dwi menuturkan harga jual Rp6.200 per liter untuk BBM jenis Solar akan merugikan Pertamina, karena sebenarnya harga jual keekonomian Solar senilai Rp7.167,6 per liter. Angka tersebut berasal dari harga produksi solar Rp5.258,81 per liter ditambah pajak bahan bakar kendaraan bermotor 5%, pajak pertambahan nilai 5%, dan margin serta biaya distribusi Rp1.000 per liter.
Harga produksi yang digunakan Pertamina memang lebih mahal, karena 40% Solar dihasilkan kilang milik perseroan dengan biaya produksi yang mencapai 112,5% dari MoPS.
Terkait evaluasi penyaluran BBM bersubsidi, Dwi berharap pemerintah menentukan definisi golongan masyarakat yang dapat membeli BBM bersubsidi. Dengan begitu, Pertamina akan lebih mudah menyalurkan dan melakukan pembatasan konsumsi di daerah.