Bisnis.com, JAKARTA - PT Freeport Indonesia memastikan akan membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) di lahan milik PT Petrokimia Gresik di Gresik, Jawa Timur.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsuddin mengatakan pada Kamis siang ini, pihaknya menandatangani nota kesepahaman (MOU) dengan Petrokimia Gresik.
"Pada Rabu (21/1) sore, kami baru ada kepastian pakai lahan milik Petrokimia Gresik dan akan ada MOU," katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (22/1/2015).
Menurut mantan Wakil Kepala Badan Intelijen Negara itu, Freeport juga menjajaki untuk memasok asam sulfat yang merupakan produk samping smelter sebagai bahan baku Petrokimia Gresik. Di samping juga bisa memasok limestone ke pabrik semen.
Maroef mengatakan pihaknya akan memakai lahan milik Petrokimia Gresik seluas 60 ha. Namun, ia belum bisa menjelaskan apakah lahan Petrokimia Gresik tersebut disewa atau beli. Ia juga belum bisa menjanjikan waktu pengoperasian smelter baru tersebut.
"Kami akan sesuaikan dengan target pemerintah," ujarnya yang 34 tahun berkarir di TNI AU dengan pangkat terakhir Marsekal Muda (Purn).
Kapasitas smelter baru itu direncanakan sebesar 2 juta ton konsentrat per tahun dengan nilai investasi US$2,3 miliar.
Lokasinya berdekatan dengan smelter PT Smelting Gresik di Gresik dan sudah tersedia infrastruktur seperti pelabuhan di wilayah tersebut. Smelting Gresik menempati areal seluas 30 ha dengan kapasitas satu juta ton konsentrat per tahun.
Di sisi lain, pihaknya juga meneruskan kajian pembangunan infrastruktur termasuk "smelter" dan pabrik semen di Papua. "Kami komitmen bangun Papua," katanya.
Dengan demikian, Freeport berencana membangun dua smelter. Satu di Gresik dan satunya di Papua. Keberadaan pabrik semen akan berarti bagi masyarakat Papua mengingat harga semen bisa mencapai Rp1 juta per sak.
Maroef juga menambahkan Freeport juga akan mengundang pihak lain termasuk BUMN untuk membangun smelter tersebut. Pasokan konsentrat smelter nantinya seluruhnya berasal dari Freeport.
Pada 2015, Freeport akan mulai mengerjakan tambang bawah tanah untuk memasok konsentrat ke smelter tersebut. Nilai investasi kegiatan tambang dan infrastruktur yang disiapkan mencapai US$15 miliar.
Saat ini, Freeport sedang meminta perpanjangan kontrak untuk mengembalikan investasi itu. Ke depan, Freeport berencana memproduksi bijih 200.000-240.000 ton per hari dengan produk konsentrat 2,5 juta-3,6 juta ton per hari.
Maroef juga mengatakan, pihaknya konsisten mematuhi peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia termasuk UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta aturan di bawahnya.
Meski, ia mengakui, selama ini, Freeport lambat merespon kebijakan pemerintah.
"Saya akui selama ini masih di jalur lambat. Ke depan, Freeport akan berada di jalur cepat sesuai keinginan pemerintah," ujarnya.
Sebelumnya, Freeport sudah menunjukkan kesungguhan pembangunan "smelter" dengan menyetor jaminan 115 juta dolar AS atau lima persen dari perkiraan investasi US$2,3 miliar.