Bisnis.com, SEMARANG — Kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak bersubidi berpengaruh pada penurunan usaha jasa transportasi atau angkutan umum di Jawa Tengah.
Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan atau Organda Jateng mencatat terdapat puluhan angkutan umum berhenti beroperasi karena tidak kuat menanggung biaya operasional dan peremajaan akibat kenaikan harga BBM pada 2014.
“Pengusaha merugi, karena acuan load factor [rasio jumlah penumpang] mencapai 70%, faktanya hanya 40%,” papar Sekretaris Jenderal Organda Jateng Edhi Sugiri kepada Bisnis, Jumat (16/1/2015).
Kendati pemerintah menetapkan harga BBM domestik menyesuaikan dengan harga pasar, pihaknya mengklaim penurunan harga BBM tidak seimbang dengan kenaikan harga peralatan untuk peremajaan angkutan umum.
Penurunan bisnis angkutan umum, kata dia, disebabkan banyak lembaga leasing atau lembaga pembiayaan yang melanggar ketentuan Bank Indonesia dengan memberikan kemudahan bagi konsumen membayar uang muka di bawah 30%.
“Ketentuan BI, uang muka untuk pengambilan kendaraan minimal 30%. Sekarang dengan menyetor uang muka Rp250.000, orang bisa memiliki kendaraan motor. Otomatis orang enggan naik angkutan umum,” ujarnya.
Penurunan bisnis jasa angkutan umum juga sesuai dengan survei dari BI Provinsi Jateng. Kegiatan usaha di wilayah ini pada triwulan IV-2014 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2014.
Organisasi Pengusaha Nasional Angkutan Bermotor di Jalan atau Organda Jateng mencatat terdapat puluhan angkutan umum berhenti beroperasi karena tidak kuat menanggung biaya operasional dan peremajaan akibat kenaikan harga BBM pada 2014.
“Pengusaha merugi, karena acuan load factor [rasio jumlah penumpang] mencapai 70%, faktanya hanya 40%,” papar Sekretaris Jenderal Organda Jateng Edhi Sugiri kepada Bisnis, Jumat (16/1/2015).
Kendati pemerintah menetapkan harga BBM domestik menyesuaikan dengan harga pasar, pihaknya mengklaim penurunan harga BBM tidak seimbang dengan kenaikan harga peralatan untuk peremajaan angkutan umum.
Penurunan bisnis angkutan umum, kata dia, disebabkan banyak lembaga leasing atau lembaga pembiayaan yang melanggar ketentuan Bank Indonesia dengan memberikan kemudahan bagi konsumen membayar uang muka di bawah 30%.
“Ketentuan BI, uang muka untuk pengambilan kendaraan minimal 30%. Sekarang dengan menyetor uang muka Rp250.000, orang bisa memiliki kendaraan motor. Otomatis orang enggan naik angkutan umum,” ujarnya.
Penurunan bisnis jasa angkutan umum juga sesuai dengan survei dari BI Provinsi Jateng. Kegiatan usaha di wilayah ini pada triwulan IV-2014 tumbuh melambat dibandingkan dengan triwulan III-2014.
Hal ini terindikasi dari pencapaian Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) tercatat 15,51%, lebih rendah dibandingkan dengan SBT triwulan III-2014 sebesar 26,68%, serta lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 19,00%.
Perlambatan kegiatan usaha ini terjadi hampir pada seluruh sektor ekonomi, termasuk tiga sektor ekonomi utama di provinsi ini, yaitu industri pengolahan yang turun dari 6,06% pada triwulan III-2014 menjadi 4,06% pada triwulan IV-2014, perdagangan, hotel, dan restoran yang turun dari 6,28% pada triwulan III-2014 menjadi pada 3,61% triwulan IV-2014, serta pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan & perikanan yang turun dari 8,07% pada triwulan III-2014 menjadi 4,71% pada triwulan IV-2014.
“Penurunan kegiatan usaha terjadi pada sektor pengangkutan dan transportasi yang turun dari 1,02% pada triwulan III-2014 menjadi -0,25% pada triwulan IV-2014 akibat dari kenaikan BBM bersubsidi yang membuat tarif angkutan menjadi naik sehingga menyebabkan penjualan berkurang,” papar Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jateng Ananda Pulungan, Jumat.
Ananda mengatakan kegiatan usaha pada triwulan I-2015 diperkirakan masih akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang tercermin dari SBT sebesar 14,81%, lebih rendah dibandingkan realisasi SBT pada triwulan IV-2014 sebesar 15,51%. Perlambatan terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan & perikanan yang ditunjukkan melalui SBT sebesar 2,32%, lebih kecil dibandingkan realisasi pada triwulan IV-2014 sebesar 4,71%.
Hal berbeda terjadi pada sektor industri pengolahan yang diperkirakan akan meningkat. Hal ini terlihat pada SBT perkiraan kegiatan pada triwulan I-2015 sebesar 4,39%, sedikit lebih tinggi dibanding realisasi kegiatan usaha triwulan IV-2014 sebesar 4,09%.
Kapasitas produksi pada triwulan IV-2014 tercatat 75,18%, lebih rendah dibandingkan sebelumnya, yaitu 78,68%. Hal ini juga sebagai imbas dari melambatnya kegiatan usaha yang terjadi sepanjang triwulan ini.
Di sisi lain, ujar Ananda, kondisi keuangan dan akses kredit pelaku usaha yang tercermin melalui kondisi likuiditas, rentabilitas, dan akses kredit selama 3 bulan terakhir secara umum menunjukkan angka yang relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tren perlambatan kegiatan usaha juga sejalan dengan penurunan kegiatan investasi pada triwulan IV-2014 yang ditunjukkan melalui SBT sebesar 8,89%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,24%.
Perlambatan ini terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi, kecuali industri pengolahan yang justru tumbuh menjadi 1,86% setelah pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 0,85%. Kenaikan kegiatan investasi pada sektor ini juga sebagai imbas dari semakin menjamurnya pengusaha industri pengolahan hasil relokasi perusahaan dari kawasan industri Jawa Barat dan Banten. Pelaku usaha memperkirakan kegiatan investasi pada triwulan I-2015 akan menurun dibandingkan triwulan IV-2014.
Perlambatan kegiatan usaha ini terjadi hampir pada seluruh sektor ekonomi, termasuk tiga sektor ekonomi utama di provinsi ini, yaitu industri pengolahan yang turun dari 6,06% pada triwulan III-2014 menjadi 4,06% pada triwulan IV-2014, perdagangan, hotel, dan restoran yang turun dari 6,28% pada triwulan III-2014 menjadi pada 3,61% triwulan IV-2014, serta pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan & perikanan yang turun dari 8,07% pada triwulan III-2014 menjadi 4,71% pada triwulan IV-2014.
“Penurunan kegiatan usaha terjadi pada sektor pengangkutan dan transportasi yang turun dari 1,02% pada triwulan III-2014 menjadi -0,25% pada triwulan IV-2014 akibat dari kenaikan BBM bersubsidi yang membuat tarif angkutan menjadi naik sehingga menyebabkan penjualan berkurang,” papar Deputi Kepala Perwakilan BI Provinsi Jateng Ananda Pulungan, Jumat.
Ananda mengatakan kegiatan usaha pada triwulan I-2015 diperkirakan masih akan mengalami perlambatan pertumbuhan yang tercermin dari SBT sebesar 14,81%, lebih rendah dibandingkan realisasi SBT pada triwulan IV-2014 sebesar 15,51%. Perlambatan terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan & perikanan yang ditunjukkan melalui SBT sebesar 2,32%, lebih kecil dibandingkan realisasi pada triwulan IV-2014 sebesar 4,71%.
Hal berbeda terjadi pada sektor industri pengolahan yang diperkirakan akan meningkat. Hal ini terlihat pada SBT perkiraan kegiatan pada triwulan I-2015 sebesar 4,39%, sedikit lebih tinggi dibanding realisasi kegiatan usaha triwulan IV-2014 sebesar 4,09%.
Kapasitas produksi pada triwulan IV-2014 tercatat 75,18%, lebih rendah dibandingkan sebelumnya, yaitu 78,68%. Hal ini juga sebagai imbas dari melambatnya kegiatan usaha yang terjadi sepanjang triwulan ini.
Di sisi lain, ujar Ananda, kondisi keuangan dan akses kredit pelaku usaha yang tercermin melalui kondisi likuiditas, rentabilitas, dan akses kredit selama 3 bulan terakhir secara umum menunjukkan angka yang relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya.
Tren perlambatan kegiatan usaha juga sejalan dengan penurunan kegiatan investasi pada triwulan IV-2014 yang ditunjukkan melalui SBT sebesar 8,89%, lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 11,24%.
Perlambatan ini terjadi pada hampir seluruh sektor ekonomi, kecuali industri pengolahan yang justru tumbuh menjadi 1,86% setelah pada triwulan sebelumnya hanya sebesar 0,85%. Kenaikan kegiatan investasi pada sektor ini juga sebagai imbas dari semakin menjamurnya pengusaha industri pengolahan hasil relokasi perusahaan dari kawasan industri Jawa Barat dan Banten. Pelaku usaha memperkirakan kegiatan investasi pada triwulan I-2015 akan menurun dibandingkan triwulan IV-2014.
Your message has been sent.