Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Tegaskan Solar Industri Ikuti Harga Pasar

Kabar soal harga jual solar industri di atas Rp11.000 per liter ditampik pelaku usaha.
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA—Kabar soal harga jual solar industri di atas Rp11.000 per liter ditampik pelaku usaha.
 
CEO Bosowa Group Erwin Aksa menyatakan harga bahan bakar minyak (BBM) solar yang dipakai menggunakan harga keekonomian untuk industri.

Nilainya disesuaikan dengan pergerakan harga minyak dunia.
 
“Kalau harga minyak turun ya harganya juga turun. Kami beli dari suplier seperti Pertamina dan AKR dengan harga industri,” katanya.
 
Sementara itu pelaku usaha di industri plastik turut menampik kabar yang menyebutkan harga solar industri bertengger di kisaran Rp11.000 per liter.
 
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Plastik Indonesia (INAplas) Fajar A.D. Budiyono mengatakan harga kini harga solar industri berada di bawah Rp11.000 per liter.
 
“Per pekan ini, mulai tanggal 5 Januari, turun kalau tidak salah menjadi Rp10.100 atau Rp9.100 per liter,” tuturnya saat dihubungi Bisnis.
 
Apabila tren penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) tersebut berlanjut hingga beberapa pekan bahkan bulan mendatang dipastikan ongkos distribusi bakal ikut susut. Porsi bahan bakar dalam struktur ongkos distribusi barang sekitar 30%.
 
Faktor lain yang diperhitungkan dalam biaya distribusi adalah perawatan kendaraan dan manpower.

INAplas memperkirakan apabila harga solar industri yang ada sekarang bertahan maka ongkos distribusi bisa ikut turun setidaknya 10%.
 
“Setidaknya butuh waktu sebulan untuk penyesuaian tarif distribusi barang [sejak harga solar turun],” kata Fajar.
 
Kurang Persaingan
 
Erwin yang juga menjabat wakil kedua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) menilai skema penjualan BBM di dalam negeri perlu diperbaiki.

Idealnya ketika harga minyak mentah susut diikuti BBM maka biaya distribusi barang juga demikian.
 
Di Indonesia justru terjadi sebaliknya. Contoh lain ketika harga komoditas di pasar global susut tetapi di dalam negeri harganya tak berubah.

Kondisi semacam ini, imbuh Erwin, menunjukkan kurangnya persaingan bisnis di dalam negeri termasuk dalam penjualan bahan bakar.
 
“Harus ada perangkat yang bisa membuat persaingan di dalam negeri agar harga juga turun [ketika harga global turun],” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dini Hariyanti
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper