Bisnis.com, JAKARTA--Penghentian kerja sama bilateral di bidang ekonomi antara RI-Jepang mengembalikan kemitraan dua negara sesuai skema yang kerja sama Asean-Jepang.
Dirjen Kerja sam Industri Internasional Kemenperin Agus Tjahajana berpendapat semestinya kerja sama bilateral Indonesia-Jepang Economic Partnership Agreement (IJEPA) dapat mencermintkan kemitraan yang saling sokong.
Oleh karena itu jika dalam pelaksanaannya terasa tidak memperkuat industri nasional untuk apa dilanjutkan.
"Menghentikan IJEPA bukannya kerja sama dengan Jepang mati sama sekali. Nanti kita masuk ke sana pakai ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) saja," tuturnya saat ditemui Bisnis.com di Jakarta, Jumat (9/1/2015).
Sebelumnya Direktur Kerja sama Industri Internasional Wilayah II dan Regional Kemenperin Restu Yuni Widayati mengatakan pihaknya menginginkan evaluasi menyeluruh terhadap IJEPA, tetapi Jepang menginginkan dibuat spesifik item saja.
"Kami ingin secepatnya karena semakin cepat dievaluasi semakin bagus. Tapi mereka [Jepang] maunya menunda," ujarnya.
Jika dilihat secara keseluruhan, kontribusi Negeri Sakura terhadap perekonomian RI terlihat positif. Selama semester I/2014, investasi dari Jepang senilai US$1,5 miliar atau terbanyak kedua setelah Singapura.
Restu berpendapat masuknya investasi tak mengindikasikan dampak positif dari IJEPA. Di sektor otomotif, misalnya, besarnya penanaman kapital memang karena pasar RI merupakan sasaran empuk korporasi asal Negeri Sakura.
"Masih ada beberapa produk kategori R yang masih ditutup oleh Jepang, sehingga kita kena tarif yang tinggi jika ekspor," ucapnya.
Kemenperin mencatat sejak 2008 - 2012 impor dari Negeri Sakura tumbuh sekitar 50% per tahun. Tapi penjualan ke negara itu alias ekspor cuma meningkat 6% per tahun.
Pada tahun lalu neraca perdagangan nonmigas RI - Jepang defisit US$5,49 miliar dan setahun sebelum disahkan IJEPA, RI surplus US$6,62 miliar.
Pada sisi lain pemanfaatan preferential tariff (berdasarkan surat keterangan asal/SKA) dalam mekanisme IJEPA juga relatif rendah.
Pada 2008, SKA yang memanfaatkan IJEPA hanya 15,25% terhadap total ekspor manufaktur nasional.
Berurutan pada 2009, 2010, dan 2011, SKA berbasis IJEPA 28,16%, 21,30, dan 27,63%.