Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

API Prediksi Impor Tekstil 2015 Naik Signifikan

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat memprediksi di 2015 volume impor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia akan semakin bertambah karena harga tekstil lokal yang tidak kompetitif imbas dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat memprediksi di 2015 volume impor tekstil dan produk tekstil (TPT) Indonesia akan semakin bertambah karena harga tekstil lokal yang tidak kompetitif imbas dari kenaikan tarif dasar listrik (TDL).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,  nilai impor tekstil Januari-Oktober 2014 mencapai US$7,08 juta naik tipis dari dari periode yang sama di 2013 sebesar US$7,07 juta. Sementara dari volumenya, transaksi 2014 mencapai 1,69 juta ton, naik dari 1,659 juta ton.

Di sisi lain, API mengklaim bahwa kenaikan nilai impor dari 2013 ke 2014 mencapai US$0,8 juta, jauh lebih besar dari versi BPS.
Ade Sudrajat mengatakan bahwa tahun ini tren kenaikan impor tersebut akan terus berlanjut dengan nilai yang jauh lebih besar dari sebelumnya.

“Dalam negeri kan barang mahal, ya mending impor,” ujarnya.

Faktor kenaikan TDL menurut Ade menjadi pemicu utama dari mahalnya TPT produksi dalam negeri. Karena hal tersebut, efeknya para pemain lokal akan kalah bersaing baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri.

Selama dua tahun terakhir, nilai ekspor TPT Indonesia cenderung stagnan di US$10,6 juta (Januari-Oktober).

Ade mengatakan kenaikan listrik hingga 40% selama ini belum pernah terjadi di negara mana pun selain Indonesia.

Listrik menurutnya, merupakan faktor yang sangat penting untuk industri tekstil. Pada umumnya untuk industri TPT, listrik merupakan komponen biaya kedua terbesar di luar bahan baku.

Sektor pembuat serat di hulu industri misalnya, listrik memiliki komposisi sebesar 25% dari biaya produksi, sedangkan di pemintalan besarannya 19%, dan di penenunan 16%.

Meski masing-masing memiliki komposisi berbeda, pada akhirnya akan menimbulkan efek akumulatif, sehingga akibatnya harga menjadi naik puluhan persen.

“Akhirnya tidak bisa bersaing dengan impor. Efeknya sangat berbahaya, tidak ada pilihan lain, tutup,” kata Ade.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Muhammad Avisena
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper