Bisnis.com, JAKARTA -Pilot Air Asia yang diduga menggunakan narkoba jenis morfin ternyata baru keluar dari rumah sakit karena sakit typhus dan mengkonsumsi obat atas perintah dokter.
Meski demikian, pihak AirAsia Indonesia mendukung penuh langkah Kementerian Perhubungan untuk melakukan tes urine terhadap para awak pesawat yang dilakukan di Bandara Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Kamis (1/1/2015).
Seperti diberitakan, menurut Staf Khusus Menteri Perhubungan Bidang Keterbukaan Informasi Publik Hadi Djuraid, dalam pemeriksaan itu, seorang pilot AirAsia Indonesia berinisial FI terindikasi menggunakan narkoba jenis morfin.
Menanggapi informasi tersebut, Presiden Direktur Air Asia Indonesia Sunu Widyatmoko mengatakan berdasarkan hasil wawancara manajeman AirAsia Indonesia dengan pilot yang bersangkutan, diketahui bahwa pilot tersebut baru saja diperbolehkan keluar dari rumah sakit setelah dirawat pada 26 Desember Hingga 29 Desember 2014 karena terserang typhus.
Dia melanjutkan, pilot tersebut diperintahkan oleh dokter untuk mengonsumsi antibiotik, obat batuk, serta vitamin.
Terakhir kali, pilot tersebut mengonsumsi antibiotik, obat batuk, serta vitamin yang dirujuk oleh dokter adalah pada 31 Desember 2014, pukul 02.00 waktu setempat.
“Informasi tersebut telah disampaikan kepada petugas sebelum tes dilakukan, disertai dengan bukti obat-obatan yang dikonsumsi,” tuturnya.
Dia mengatakan AirAsia Indonesia menyampaikan bahwa siap mendukung penuh pihak regulator untuk menggelar tes lanjutan untuk mengonfirmasi temuan awal tersebut.
Adapun pilot tersebut telah bersama AirAsia sejak 2005, dan selama itu memiliki rekam jejak yang sangat baik.
“Sesuai dengan standar yang berlaku di dalam industri penerbangan, seluruh pilot kami diwajibkan melakukan tes kesehatan setiap enam bulan sekali, termasuk tes penyalahgunaan zat tertentu,” tandasnya.
AirAsia Indonesia, menurutnya, telah menjalin kerjasama dengan Badan Narkotika Nasional untuk secara random menggelar pemeriksaan penyalahgunaan zat tertentu terhadap para penerbang, awak kabin dan karyawan setidaknya dua kali dalam setahun.