Bisnis.com, JAKARTA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia menilai ketetapan kawasan stok karbon tinggi (High Carbon Stock/HCS) dan kawasan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value/HCV) bukan inisiatif yang dilakukan untuk kepentingan hajat hidup orang banyak dalam negeri.
Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia Maruli Gultom mengatakan kedua ketetapan itu merupakan inisiatif yang dilakukan organisasi luar negeri, sehingga Indonesia seharusnya tidak menindaklanjuti permintaan negara lain untuk menetapkan regulasi mengenai itu.
“Itu kan inisiatif mereka, kok minta pertanggungjawaban dalam negeri. Tanggung jawab sendiri dong sama aturan yang mereka buat,” katanya ketika dihubungi Bisnis, (12/12/2014).
Maruli mengatakan isu yang beredar bahkan menduga empat perusahaan yang telah berikrar itu memiliki keterlibatan dengan organisasi dan LSM dari Norwegia, selaku pemberi dana penandatangan ikrar, dan Amerika Serikat sebagai fasilitator.
“Ujung-ujungnya duit, bahwa korbanya industri sawit nasional mereka tidak peduli,” katanya.
Sementara itu, Sekjen GAPKI Joko Supriyono menyarankan adanya penyesuaian tata ruang kawasan hutan yang dipakai untuk perkebunan dan kawasan konservasi, ketimbang menerapkan kawasan HCV dan HCS.
“Pemerintah concern soal hutan lah bukan HCS, kalau ada areal yang lebih bagus tapi bukan kawasan hutan caranya bukan di HCS dan HCV tetapi diubah tata ruangnya,” katanya.
Dengan mekanisme itu, dia mengatakan kawasan hutan yang rusak atau degraded diubah menjadi kawasan budidaya. Misalnya, areal penggunaan lain (APL) menjadi hutan
“Karena tidak ada di UU. Land swap juga tidak ada dasar regulasinya. Kalau dianggap penting harus melalui mekanisme tata ruang,” katanya.
HCV dan HCS merupakan salah satu aturan yang ditetapkan Roundtable Sustainable Palm Oil (RSPO) dalam sertifikasinya, namun tidak disertakan dalam program mandatory pemerintah yaitu Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) karena dianggap tidak tepat dilakukan di dalam negeri.
Wilmar, Asian Agri, Golden Agri Resources dan Cargill selaku empat perusahaan yang menandatangani ikrar Indonesian Palm Oil Pledge di New York, September lalu menginginkan adanya ketetapan yang jelas mengenai dua konsep kawasan hutan itu dalam upaya mengimplementasikan ikrar kelapa sawit yang berkelanjutan dan bertanggungjawab.