Bisnis.com, BOGOR — Kalangan pengusaha garam mendesak pemerintah memperbaiki tata kelola industri pergaraman menyusul adanya rencana pemetaan atau roadmap swasembada nasional pada komoditas tersebut.
Cucu Sutara, Ketua Asosiasi Pengusaha Garam Indonesia (APGI) Jawa Barat berharap agar pemerintah lebih menekankan pada pembenahan produksi garam industri ketimbang garam konsumsi yang selama ini masih didominasi impor.
"Selama ini kebutuhan garam industri sebagian besar tidak bisa diproduksi dalam negeri. Ini justru yang harus diperhatikan dalam roadmap swasembada garam tersebut," katanya kepada Bisnis, Kamis (11/12).
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan kementerian terkait berencana membuat peta swasembada garam nasional sebagai upaya sinergitas antara petambak dan industri garam.
Selain berusaha menekan ketergantungan impor garam, rencana pembuatan roadmap swasembada garam tersebut untuk membangun industri garam berkualitas bagi para konsumen.
Cucu menegaskan pemerintah harus menyusun roadmap tersebut dengan tepat sasaran dan bermanfaat bagi pelaku industri garam. "Kami harap roadmap swasembada garam itu jadi program bukan jadi proyek," paparnya.
Menurutnya, pemerintah harus memahami ihwal persoalan impor garam khususnya garam peruntukkan industri yang selama ini telah mencoreng Indonesia di mata dunia.
Dia menjelaskan para petambak garam di sejumlah kawasan produksi tidak mampu menghasilkan garam industri berkualitas bagus. Pasalnya, petani garam masih mengandalkan peralatan tradisonal. "Ini persoalan yang harus dibenahi. Pemerintah bisa mendorong petambak garam agar bisa memproduksi garam industri yang berkualitas baik," paparnya.
Dengan demikian, lanjutnya, kebutuhan para petambak garam lokal untuk memperbaiki kualitas produksi yaitu dengan bantuan perlengkapan atau peratan berteknologi canggih.
Menurut Cucu, keberadaan peralatan tambak canggih yang bisa menghasilkan produksi garam berkualitas telah diterapkan oleh para petambak garam di sejumlah negara importir.
"Sebagai contoh, garam yang diproduksi dengan peralatan canggih bisa mengatur kadar NaCl sebesar 97% dan kadar air 0,5%. Sampai sakarang produk garam dalam negeri kita tidak bisa menghasilkan garam khusus untuk industri tersebut," ujarnya.
Selain itu, lokasi tambak garam di Jawa Barat hingga saat ini menjadi persoalan. Kawasan produksi garam di Jabar bisa dihitung jari antara lain Cirebon dan Indramayu. Sisanya, kawasan kelautan Subang, dan Karawang dianggap tidak memberikan sumbangsih besar pada industri pergaraman Jabar.
Dia menambahkan pihaknya mengaku pesimistis apabila swasembada garam akan tercapai. Pasalnya, kondisi pergaraman di Indonesia tergantung pada faktor cuaca atau iklim.
"Kalau musim panas kami pasti bisa memproduksi garam, tapi kalau hujan, ya tidak mungkin memproduksi. Ini juga yang harus jadi catatan agar pemerintah bisa berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk mengetahui bagaimana kondisi cuaca ke depan," paparnya.
Adapun, rerata produksi garam di Jabar mencapai 60.000-70.000 ton per ha. Sementara itu, potensi lahan tambak di provinsi tersebut diperkirakan mencapai 10.000 ha.
Sudirman Saad, Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil (KP3K) KKP menuturkan roadmap swasembada garam nasional telah berfokus pada perbaikan kualitas produksi garam termasuk pasokan garam untuk industri.
Pihaknya telah menyusun skema klasterisasi, korporatisasi dan sertifikasi bagi para petambak garam di seluruh kawasan produksi.
Dia menjelaskan, produksi garam berkualitas KW 1 yang dihasilkan petambak lokal bagi garam industri selama ini hanya mencapai sekitar 30%. "Dengan skema-skema itu kami yakin kualitas garam industri bisa meningkat mencapai 90%," ujarnya.
Menurutnya, masing-masing klaster lahan petambak garam akan diberikan seluas 50 ha-100 ha yang dikelola oleh perusahaan garam masyarakat yang telah dikorporatisasi tersebut.
"Nah apabila skema klasterariasi sudah berjalan dengan baik, nantinya volume produksi secara otomatis akan naik dari rerata 90 ton jadi 120 ton per ha per musim dengan kualitas garam peruntukkan industri atau kualitas KW 1," paparnya.
Sudirman menambahkan pihaknya juga telah memetakan terkait persoalan cuaca yang menjadi penghambat produksi garam menjadi tiga katagori.
Menurutnya, lahan tambak garam dengan katagori cuaca basah terdapat di kawasan produksi Jawa Barat, cuaca sedang di kawasan Jawa Tengah dan cuaca kering di kawasan Nusa Tenggara Timur. "Jadi kami sudah membuat peta mana saja kawasan yang memiliki cuaca basah, sedang dan kering. Masing-masing kawasan produksi akan kami beri perhatian khusus," paparnya.