Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

HARGA BBM NAIK, Indef: Dosis Moneter Tak Perlu Ditambah

Bank Indonesia diharapkan tidak terburu-buru merespon kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dengan menambah dosis pengetatan moneter sama seperti kenaikan harga pada tahun lalu.
Pemasalahan inflasi Indonesia selama ini berasal dari supply bukan demand. /Bisnis.com
Pemasalahan inflasi Indonesia selama ini berasal dari supply bukan demand. /Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia diharapkan tidak terburu-buru merespons kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi dengan menambah dosis pengetatan moneter sama seperti kenaikan harga pada tahun lalu.

Alih-alih memperkuat pengurangan impor, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan jika respon itu dilakukan laju pertumbuhan impor semakin tak terkendali karena ada pelemahan daya saing produk dalam negeri.

Karena biaya produksi akan meningkat. Tidak ada insentif untuk berproduksi dan lebih cenderung memilih didepositokan, ujarnya ketika menghadiri sebuah diskusi bertajuk Rencana Kenaikan Harga BBM Demi Kepentingan Bangsa, Senin (17/11/2014).

Seperti diketahui, selama ini salah satu alasan otoritas moneter mempertahankan pegetatan kebijakan moneter lewat BI Rate 7,5% yakni masih tinggi impor migas yang pada gilirannya membuat neraca transaksi berjalan Indonesia defisit.

Sayangnya, pengereman impor migas tersebut juga menyebabkan seretnya impor bahan baku/penolong. Karena industri manufaktur di Tanah Air sangat bergantung pada bahan baku impor, termasuk manufaktur yang berorientasi ekspor, kondisi itu membuat industri ikut terpukul.

Menilik data Badan Pusat Statistik (BPS) impor bahan baku sepanjang Januari-September turun 3,8%, jatuh untuk pertama kalinya sejak 2010. Impor bahan baku/penolong dalam sembilan bulan terakhir hanya US$102,8 miliar, turun dari realisasi periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$106,8 miliar.

Impor barang modal pun melanjutkan penurunan sebesar 6,9% setelah tahun lalu anjlok 16,9% menjadi US$23,7 miliar.Pada saat yang sama, kinerja industri pengolahan kuartal III/2014 melambat dengan pertumbuhan hanya mendekati 5%. Setahun lalu, manufaktur melesat 6,8%.

Dampak dari kondisi tersebut, lanjut Enny, akan membuat derasnya barang impor khususnya barang jadi hasil olahan karena lebih murah.

Menurutnya, pemasalahan inflasi Indonesia selama ini berasal dari supply bukan demand. Artinya, jika pemasalahan supply diperangi dengan likuiditas yang ketat, neraca perdagangan nasional akan semakin tersiksa.

Memang tidak bisa dipungkiri, dengan tingginya suku bunga acuan akan memicu capital inflow. Namun, masuknya dana asing hanya bergerak lewat portofolio yang justru tidak menyelesaikan permasalahan ekonomi nasional karena rentan situasi global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper